Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tito Usulkan Kembalikan Pilkada ke DPRD, Fadli: Ini Tak Produktif

Tito Usulkan Kembalikan Pilkada ke DPRD, Fadli: Ini Tak Produktif Kredit Foto: Antara/Saiful Bahri
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian mewacanakan evaluasi terhadap pemilihan kepala daerah. Fokus evaluasi disebabkan oleh biaya politik pilkada langsung yang dinilai tinggi. Wacana yang disampaikan oleh Mendagri ini kemudian disambut oleh beberapa partai politik dengan mengusulkan pemilihan kepala daerah kembali kepada DPRD.

"Usulan mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD ini jelas logika yang melompat, tidak produktif terhadap wacana mengevaluasi pilkada, serta merupakan langkah mundur demokratisasi di Indonesia," kata Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil kepada wartawan, Sabtu (9/11/2019).

Baca Juga: Mendagri Tito Karnavian Ingin Program Pengentasan Kemiskinan dan Stunting Masuk APBD

Menurut Fadli, idealnya, jika ingin melakukan evaluasi pilkada, khususnya terkait dengan biaya politik yang tinggi, pembentuk undang-undang, utamanya elit politik, mesti menjawab dan menemukan penyebab biaya politik yang tinggi itu apa. Bukan sebaliknya, para elit parpol secara tiba-tiba langsung mengusulkan pemilihan pemimpin daerah kembali ke DPRD. Apakah dengan mengembalikan pemilihan ke DPRD otomatis biaya politik akan menjadi rendah, hal itu dinilainya tak langsung otomatis.

Fadli menekankan, respons elit politik, juga kemendagri terhadap narasi evaluasi pilkada langsung harusnya lebih komprehensif, dan menyentuh pokok masalah. Jika fokusnya biaya politik yang tinggi, harus betul-betul diklasifikasikan secara benar, pada komponen apakah calon kepala daerah mengeluarkan biaya terbesar.

"Jangan-jangan, pengeluaran uang yang besar dari kepala daerah, justru terhadap kegiatan yang harusnya tidak boleh dilakukan di dalam pilkada. Salah satunya adalah uang yang dikeluarkan untuk mahar politik atau tiket pencalonan," papar dia.

Dilanjutkan Fadli, dugaan tingginya angka mahar politik dalam setiap kontestasi pilkada selalu jadi masalah yang belum terselesaikan. Salah satu penyebabnya adalah kelemahan dari sistem penegakan hukum dalam larangan praktik mahar politik. Menurut dia, tak jarang bakal calon kepala daerah pun kebanyakan mengungkap praktik mahar politik ini setelah yang bersangkutan gagal menjadi calon kepala daerah. Pada titik ini, eveluasi pilkada langsung harusnya fokus kepada masalah mahar politik.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Shelma Rachmahyanti

Bagikan Artikel: