Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

13 Bank Dukung Pembiayaan Ramah Lingkungan dan Sosial

13 Bank Dukung Pembiayaan Ramah Lingkungan dan Sosial Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia (IKBI) resmi menyambut bergabungnya lima bank nasional sebagai anggota baru, yaitu CIMB Niaga, Bank Syariah Mandiri, OCBC NISP, Maybank Indonesia, dan HSBC Indonesia.

Dengan demikian total 13 bank anggota IKBI, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk; PT Bank Mandiri Tbk; Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk; Bank Central Asia (BCA) Tbk; Bank CIMB Niaga Tbk; Bank Syariah Mandiri Tbk; Bank BJB Tbk; Bank OCBS NISP Tbk; Maybank Indonesia Tbk; HSBC Indonesia Tbk; Bank Muamalat Tbk; Bank Artha Graha Internasional Tbk; BRI Syariah Tbk, kini mewakili 60% aset perbankan nasional.

Meluasnya jaringan keanggotaan IKBI diharapkan menjadi katalis bagi pemerataan peningkatan kinerja bank nasional dalam hal integrasi aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (LST) pada strategi bisnisnya. Langkah penting industri ini akan mendongkrak peluang bisnis keuangan berkelanjutan yang inovatif dengan membangun solusi-solusi keuangan baru.

Baca Juga: CIMB Niaga Dukung Penerapan Keuangan Berkelanjutan yang Diinisiasi OJK

"Kami mengapresiasi bergabungnya CIMB Niaga, BSM, Bank OCBC NISP, Maybank Indonesia, dan HSBC Indonesia untuk memperkuat IKBI. Harapan kami, agar para anggota IKBI dapat menjadi pionir yang meningkatkan peran sektor keuangan dalam mendorong para nasabah untuk menerapkan transformasi praktik berkelanjutan, memitigasi risiko keberlanjutan pada portofolio dan beralih pada peluang ekonomi global yang rendah karbon dan tahan terhadap perubahan iklim," ujar Ketua IKBI, yang juga Direktur Utama BRI Sunarso di Jakarta, Selasa (26/11/2019).

Saat ini, lanjut dia, Indonesia sedang berada pada masa transisi menuju pembangunan ekonomi rendah karbon. Berdasarkan Nationally Determined Contribution (NDC) di Indonesia, emisi gas rumah kaca (GRK) paling banyak dihasilkan dari kegiatan bisnis yang melibatkan sektor perubahan tata guna lahan dan gambut, energi, industri, pertanian, dan limbah.

"Apabila kegiatan bisnis saat ini tidak mengubah cara-cara produksinya untuk lebih efisien dan rendah emisi, maka target penurunan emisi GRK Indonesia di 2030 tidak akan tercapai. Sektor jasa keuangan mempunyai peranan kunci dalam mengembangkan kebijakan yang dapat meningkatkan kinerja praktik berbagai industri guna menurunkan emisi GRK," ungkap dia.

Berdasarkan data The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2018, kenaikan suhu bumi sebesar 1,5 derajat celcius akan menimbulkan dampak iklim yang cukup besar, seperti terjadinya kekeringan, curah hujan yang tinggi, kenaikan permukaan air laut, dan kepunahan spesies serta bertambahnya isu ketahanan pangan. Ancaman tersebut berpotensi menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dan terganggunya kehidupan sosial.

Hal ini juga sudah menjadi perhatian para regulator di tingkat global termasuk Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah mengeluarkan Peraturan Nomor 51 tentang Keuangan Berkelanjutan di Indonesia sebagai respons terhadap kondisi di atas.

Baca Juga: Morrison Bantah Kebijakan Perubahan Iklimnya Penyebab Kebakaran Hutan di Australia

Bank Indonesia (BI) pun menunjukkan komitmennya untuk ikut serta dalam pengelolan risiko iklim dengan bergabung menjadi anggota the Network for Greening the Financial System (NGFS), sebuah platform regulator keuangan global untuk mengatasi risiko perubahan iklim.

"Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, oleh karena itu penting agar lembaga jasa keuangan (LJK) mulai mengidentifikasi dan mengelola potensi risiko-risiko iklim dan peluang di dalam masa transisi menuju ekonomi rendah karbon dan ramah lingkungan ini," Focal Point Sekretariat IKBI mewakili WWF-Indonesia, Rizkiasari Yudawinata menjelaskan.

"Dengan bergabung di IKBI, yang didirikan delapan bank dan WWF-Indonesia pada 2018, bank-bank dapat memanfaatkan plaform yang ada guna meningkatkan kapasitas dan pengetahuan terkait integrasi lingkungan, sosial dan tata kelola (LST), memperluas peluang bisnis yang menerapkan prinsip keberlanjutan dan memfasilitasi dialog dengan para pemangku kepentingan, seperti regulator, investor, dan lainnya," tambah Rizkiasari.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: