Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) optimis industri sawit bisa berkembang baik di Aceh. Pasalnya, provinsi yang dijuluki Serambi Mekkah itu merupakan salah satu daerah yang letaknya strategis bagi alternatif baru jalur ekspor minyak kelapa sawit Indonesia.
Bahkan secara geografis, Aceh berdekatan dengan India dan Pakistan. Kedua negara masuk dalam negara-negara tujuan utama ekspor minyak sawit indonesia.
Hal ini diungkapkan Ketua Umum Gapki Joko Supriyono dalam kuliah umum bertajuk 'Akselerasi Inovasi dan Pengembangan Industri Kelapa Sawit Indonesia' yang diselenggarakan Fakultas Pertanian Universitas Syahkuala, Banda Aceh pada Kamis (5/12/2019).
Baca Juga: Gapki Yakin Inpres 6/2019 Bakal Atasi Masalah Industri Sawit
"Dengan pengembangan fasilitas berupa infrastruktur, pelabuhan, listrik, gas, dan juga kapasitas produksi kelapa sawit yang besar, saya yakin Aceh bisa memproduksi industri hilir kelapa sawit sekaligus menjadi jalur ekspor Indonesia ke India dan Pakistan," kata Joko.
Data Badan Pusat Stratistik (BPS) menyebutkan bahwa tahun 2018 jumlah ekpor minyak sawit Indonesia ke India mencapai angka 6,7 juta ton.
Angka tersebut secara global menjadikan India sebagai negara tujuan ekspor minyak sawit terbesar. Sedangkan ekspor ke Pakistan tahun 2018 mencapai 2,5 juta ton.
Meskipun demikian, jumlah ekspor ke Pakistan optimis akan terus bertambah seiring dengan dilakukannya kesepakatan-kesepakatan perdagangan antara kedua negara.
Lebih lanjut, Joko menekankan peran sawit Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia akan menjadi alternatif paling sustainable untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati masyarakat dunia.
Produktivitas minyak kelapa sawit merupakan yang paling tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya. Mengutip data International Union for Conservation Nature (IUCN), untuk menghasilkan 1 ton minyak nabati, rapeseed memerlukan 1,25 Ha lahan, bunga matahari memerlukan 1,42 Ha lahan, dan kedelai 2 Ha Lahan, sedangkan sawit hanya memerlukan 0,26 Ha lahan.
Baca Juga: Gapki: Ekspor Sawit ke India Kembali Normal
"Jika kebutuhan dunia terus bertambah, sedangkan produksi kelapa sawit stagnan, maka yang akan terjadi ialah dunia akan melakukan deforestasi yang jauh lebih besar untuk memenuhi kebutuhan manusia, yakni dengan ekspansi perkebunan kedelai maupun rapeseed," tegas Joko.
Hal senada diungkapkan Wakil Rektor Universitas Syiahkuala Profesor Marwan. Ia menilai sawit telah menjadi bagian penting bagi Aceh. Hal tersebut terlihat dari banyaknya perkebunan kelapa sawit dan telah memberikan dampak besar bagi perekonomian masyarakat Aceh.
"Saya berharap pembangunan infrastruktur segera dilakukan agar Aceh bisa mengembangkan industri hilir kelapa sawit," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti