Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Geger Penyelundupan Mobil-mobil Mewah, Modusnya buat. . .

Geger Penyelundupan Mobil-mobil Mewah, Modusnya buat. . . Pengunjung berjalan di dekat mobil baru siap ekspor yang terparkir di PT Indonesia Kendaraan Terminal atau IPC Car Terminal, Cilincing, Jakarta, Senin (18/3/2019). Pemerintah berencana memacu ekspor industri otomotif dengan harmonisasi skema Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), yaitu tidak lagi dihitung dari kapasitas mesin, tapi pada emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor. | Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar

Saat diberhentikan, mobil tersebut merupakan milik sebuah showroom di Jakarta Selatan. Saat ditanya, pengendara mobil tersebut merupakan calon konsumen yang tengah melakukan uji kendaraan di jalanan. Namun, mobil Lamborghini merah itu tercatat dalam manivest impor sementara, bukan izin impor permanen untuk diperjualbelikan dan dipergunakan di jalanan.

Manifest impor sementara itu mencatat ada sebanyak 60 mobil mewah yang diimpor sejak Februari hingga awal April 2019, dengan merek yang beragam seperti Lamborghini, Mercedes Benz, Aston Martin, Porsche, Rolls Royce, Bentley, dan McLaren.

Mengacu pada manivest tersebut, semua mobil mewah itu berasal dari Inggris Raya dan Singapura, tercatat diimpor oleh PT KLOP yang berdomisili di Cilandak Barat, Jakarta Selatan.

Baca Juga: Garuda Indonesia Buka Suara Terkait Penyelundupan Spareparts Harley Davidson

Kepala Kantor Bea dan Cukai Tanjung Perak, Basuki Suryanto mengatakan, salah satu pegawainya sudah diwawancarai oleh pihak Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu.

Melansir keterangan penyelidik Direktorat Bea dan Cukai, disebutkan bahwa fasilitas impor sementara mobil mewah dimanfaatkan untuk mendatangkan mobil-mobil supercar dengan pajak murah. 

Dengan fasilitas impor sementara ini, importir yang mendatangkan mobil-mobil mewah itu membayar pajak jauh lebih murah ketimbang impor pembelian mobil mewah resmi yang nilai pajaknya mencapai 200 persen.

Petugas Bea dan Cukai menduga pola-pola yang digunakan hanya merupakan modus perdagangan ilegal untuk menghindari pajak resmi dan harga yang murah di pasaran.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: