Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hati-hati Investasi Bodong Syariah Lagi Marak, Begini Cara Menghindarinya

Hati-hati Investasi Bodong Syariah Lagi Marak, Begini Cara Menghindarinya Kredit Foto: Unsplash/Rawpixel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kisah korban investasi tanpa riba atau yang marak dipromosikan sebagai investasi syariah terus bergulir dengan berbagai macam versi. Kasus investasi berbalut syariah Kampoeng Kurma yang baru-baru ini terjadi, cukup menyita perhatian masyarakat, termasuk para pelaku bisnis.

Menanggapi hal tersebut, Alami sebagai pelaku bisnis peer-to-peer (P2P) financing syariah turut merasa prihatin atas kejadian yang menimpa para korban. Tidak tanggung-tanggung, kerugian masyarakat atas investasi tersebut mencapai miliaran rupiah. Alami juga menyayangkan tindakan oknum yang dengan mudah menjual nama 'syariah' sebagai media promosi.

"Tidak semua investasi syariah itu bodong, namun harus kami akui, menjalankan bisnis syariah itu tidaklah mudah. Tidak sekadar memasang kata syariah atau dipromosikan oleh tokoh-tokoh Muslim lantas menjadikan bisnis apa pun syariah. Harus ada penilaian dan pengakuan dari lembaga-lembaga resmi," tutur CEO Alami, Dima Djani di Jakarta, Selasa (17/12/2019).

Baca Juga: GrabKios Sebut Mitra Warung Alami Kenaikan Pemasukan Hingga 40 Persen

Menurutnya, oknum yang menggunakan embel syariah, bebas riba dan lain sebagainya, menarget masyarakat yang tergiur dengan imbal hasil tinggi, namun masih peka terhadap unsur syariat. Karenanya, penggunaan kata 'investasi syariah' dianggap bisa memuluskan jalan dan pengambilan keputusan calon investor.

"Hal inilah yang membuat banyak masyarakat terjebak. Di satu sisi mereka ingin imbal hasil tinggi, di sisi lain ada endorsement dan iklan-iklan menarik yang menekankan kata-kata syariah. Padahal, masih banyak aspek yang harus dinilai untuk memastikan apakah penawaran tersebut betul-betul skema investasi, dan kedua, sudahkah mengikuti jalur legalitas yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Syariah Nasional-MUI," tambah Dima.

Pada kesempatan yang berbeda, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menuturkan, investasi yang membawa-bawa label agama harus dipandang dengan sangat hati-hati bagi masyarakat. Menurutnya, setiap investasi yang berspekulasi, maka jatuhnya akan menjadi judi.

"Islam mengatur dengan ketat syarat jual beli, salah satunya adalah barang yang ditawarkan harus jelas bentuk dan lokasinya," ungkapnya.

CEO Alami Dima Djani menyatakan khawatir bahwa dengan kasus ini, reputasi perusahaan investasi syariah yang dengan susah payah dibangun akan tercoreng. "Perusahaan berbasis syariah memiliki tantangan sendiri dalam membangun citra positif di tengah penerimaan masyarakat Indonesia yang notabene masih belum memandang perusahaan atau instansi ekonomi syariah sebagai pilihan utama. Hal ini justru semakin membuat jalan kami makin menantang untuk melakukan edukasi dan sosialisasi terhadap layanan kami," kata Dima.

Baca Juga: Bahaya! Ini Ancaman Siber yang Akan Mengancam Fintech

Karenanya, Dima berharap perlu ada pendekatan khusus untuk mengedukasi masyarakat tentang konsep keuangan syariah, baik itu berupa simpanan maupun investasi. Masyarakat perlu memahami secara utuh pentingnya konsep syariah agar terhindar dari persoalan riba atau penetapan bunga secara sepihak.

Dalam konsep investasi, calon investor pun harus mengenal adanya praktik gharar (ketidakjelasan akad), tadlis (tidak transparan), maysir (ketidakjelasan tujuan/spekulasi), dharar (bahaya), zhulm (kerugian salah satu pihak), dan haram.

"Jadi, sebelum memutuskan untuk berinvestasi, mengetahui besaran imbal hasil saja belum cukup. Masyarakat perlu dibekali dengan pemahaman, setiap investasi pasti mengandung risiko," tutur Dima.

Sejak resmi terdaftar di OJK pada Mei 2019, Alami terus berupaya melakukan sosialisasi tentang proses bisnis pembiayaan P2P berbasis syariah. Tercatat sejak November 2019 Alami telah menyalurkan dana Rp70 miliar dengan Tingkat Keberhasilan 90 (TKB90) menunjukan angka 100 persen.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: