Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jiwasraya, Nasibmu Kini...

Jiwasraya, Nasibmu Kini... Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Utama Jiwasraya, Hexana Tri Sasongko, mengumumkan Jiwasraya tidak mampu membayar klaim polis nasabah yang mencapai Rp12,4 triliun pada Desember 2019. Total utang perusahaan asuransi itu diperkirakan mencapai Rp49,6 triliun.

Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, menilai ketidakmampuan Jiwasraya membayar klaim polis nasabah diakibatkan oleh "keputusan direksi yang tidak hati-hati dalam membuat produk asuransi dan lemahnya standar protokol dalam menginvestasikan dana nasabah".

Apa biang masalahnya?

Baca Juga: Kejaksaan Agung Ogah Buka-Bukaan soal Kasus Jiwasraya

Irvan mengatakan, ada dua ketidakcocokan yang menimbulkan gagal bayar, yaitu mismatch bunga dan mismatch jangka waktu. Dia menjelaskan, ketidakcocokan pertama ada dalam produk Jiwasraya yang bernama JS Saving Plan Jiwasraya.

Menurutnya, produk itu menjanjikan imbal hasil tetap (fix return) kepada pemegang polis. Di sisi lain, Jiwasraya menginvestasikan dana nasabah di instrumen-instrumen keuangan yang tidak menjamin keuntungan yang tetap.

"Biang masalah semua ini karena asuransi menawarkan satu bentuk produk yang disebut Saving Plan. Saving Plan itu sifatnya sebetulnya tabungan biasa, tapi kesalahan utama menjanjikan fix return, itu yang sangat tidak dibenarkan. Jalan keluar otoritas harus melarang seluruh asuransi jiwa menjual bentuk Saving Plan dengan janji fix return," jelasnya, Selasa (17/12).

Faktor kedua, kata Irvan, adalah jangka waktu investasi. Jiwasraya melakukan investasi di instrumen saham dan reksa dana berjangka panjang. Artinya, lanjut Irvan, harga saham menjadi sangat fluktuatif dan tidak bisa ditebus setiap saat karena menimbulkan kerugian. Namun, kepada nasabah, Jiwasraya berjanji polisnya bisa ditebus setiap tahun.

Dalam laporan keuangan pada 2017, Jiwasraya melakukan investasi terbesar hingga Rp19,17 triliun ke reksa dana. Namun, investasi ini terus turun menjadi Rp16,32 triliun pada 2018 dan menjadi Rp6.64 triliun pada 2019.

Begitu juga dengan investasi di sektor saham, dari Rp6,63 triliun pada 2017 menjadi Rp3,77 triliun pada 2018 dan menjadi Rp2,48 triliun pada 2019. Untuk deposito, laporan keuangan Jiwasraya berada pada Rp4,33 trilun pada 2017, lalu turun ke Rp1,22 triliun pada 2018 dan menjadi Rp0,8 triliun pada 2019.

Apa itu JS Saving Plan?

Jiwasraya mengeluarkan produk JS Saving Plan pada 2013 yang memberikan perlindungan diri dan juga jaminan dana di masa depan. JS Saving Plan memiliki durasi kontrak selama lima tahun dengan dan nasabah bisa menarik keluar dana investasinya setiap tahun.

Terdapat tujuh bank yang memasarkan produk bancassurance yang diketahui bernama JS Proteksi Plan Jiwasraya, yakni Bank Tabungan Negara, Standard Chartered Bank, Bank KEB Hana Indonesia, Bank Victoria, Bank ANZ, Bank QNB Indonesia, dan Bank Rakyat Indonesia Tbk.

Pembayaran premi JS Saving Plan pun dilakukan secara sekaligus dengan premi awal mulai dari Rp100 juta. Namun, jumlah premi tersebut bisa berbeda-beda tergantung kebijakan dari masing-masing bank mitra. Imbal hasil yang ditawarkan bersifat tetap dengan bunga sebesar 9% hingga 13% per tahun dan menurun menjadi 6% sejak tahun 2018.

Data tahun 2019, terdapat sekitar 17.000 nasabah yang mengikuti JS Saving Plan dari total sekitar 7 juta nasabah Jiwasraya.

Masalah gagal bayar muncul ketika Jiwasraya mengirimkan surat kepada bank mitra yang memasarkan produk Saving Plan pada Oktober 2018 lalu. Dalam suratnya, Jiwasraya menyampaikan penundaan pembayaran klaim sebesar Rp802 miliar dan menawarkan kepada nasabah untuk memperpanjang jatuh tempo polis dengan kompensansi bunga 7,5%, dan 5% ke nasabah yang tidak mau.

Setahun bergulir, pada November 2019, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI yang mengurusi bidang keuangan dan perbankan, terungkap Jiwasraya membutuhkan dana Rp32,98 triliun demi memperbaiki permodalan.

Hingga akhirnya pada Senin (16/12) lalu, di depan anggota DPR RI, pimpinan Jiwasraya melempar handuk putih untuk memenuhi klaim polis nasabah yang mencapai Rp12,4 triliun pada Desember 2019 ini.

"Jiwasraya tak bisa membayar (polis) karena sumbernya dari corporate action. Saya minta maaf ke nasabah (pemegang polis)," ujar Hexana dalam rapat komisi VI DPR RI, Senin (16/12).

Sebelumnya, dalam salinan rapat kerja yang dibacakan oleh Hexana Tri Sasongko di DPR, Kamis (7/11), terdapat empat penyebab keuangan Jiwasraya terganggu, yaitu: (1) Kesalahan pembentukan harga produk saving plan yang ditawarkan dengan jaminan return sebesar 9% hingga 13% sejak 2013 hingga 2018 dengan periode pencairan setiap tahun; (2) Lemahnya prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi juga menekan likuiditas Jiwasraya; (3) Adanya rekayasa harga saham; dan (4) Tekanan likuiditas dari produk saving plan yang berakibat pada penurunan kepercayaan nasabah.

Bagaimana nasib uang nasabah?

Irvan melanjutkan, uang nasabah yang diinvestasikan oleh Jiwasraya baik di reksa dana dan saham kini tidak akan kembali karena nilainya sudah sangat rendah bahkan tidak berharga (junk stock).

Jadi, menurutnya, solusi jangka pendek Jiwasraya untuk memenuhi klaim polis para nasabah adalah dengan mendapatkan dana segar dari investor. Dana tersebut bisa digunakan untuk membayar kewajiban Jiwasraya kepada nasabah.

Baca Juga: Jiwasraya Bobrok, Siapa Tahu Direktur...

"Sudah jadi junk stock, jadi nilainya sudah sangat-sangat rendah. Artinya, sudah dibuang oleh pemain pasar, bahkan ada beberapa emiten yang sudah dicoret dari pasar modal. Jadi investasi mereka di pasar modal sudah tidak berharga sama sekali," kata Irvan.

Di sisi lain, Kementerian BUMN telah melakukan upaya penyelamatan Jiwasraya, salah satunya dengan membentuk anak perusahaan PT Jiwasraya Putra yang diberikan hak untuk menangani asuransi di beberapa BUMN.

Jiwasraya Putra merupakan hasil kerja sama dengan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT Pegadaian (Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan PT Telkomsel. Harapannya, para pelanggan di empat perusahaan tersebut dapat menggunakan paket asuransi Jiwasraya.

Dugaan pidana dan harapan nasabah

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan akan menempuh jalur hukum untuk mengusut gagal bayar Jiwasraya. Ia mengatakan data-data Jiwasraya yang telah diperoleh akan diberikan kepada kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain itu, Komisi VI DPR pun secara resmi mengeluarkan sikap politik, yaitu merekomendasikan pencekalan terhadap direksi Jiwasraya periode 2013-2018 guna mempermudah investigasi dan penyelidikan hukum.

Kementerian BUMN pun telah melaporkan dugaan tindakan curang (fraud) di Jiwasraya ke Kejaksaan Agung. Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, mengatakan ada tiga indikasi dugaan kecurangan, yaitu janji investasi produk yang terlalu besar, investasi aset yang tidak hati-hati, dan laporan keuangan yang tidak transparan.

Di tengah upaya memulihkan Jiwasraya, salah satu korban yang berkewarganegaraan Korea Selatan, Park Jihyeon berharap agar Presiden Joko Widodo turun tangan sehingga akhirnya uang yang disimpan di Jiwasraya dapat segera cair. Park mengatakan lebih dari 400 orang Korea mengalami kasus yang sama.

"Semoga Presiden Joko Widodo turun tangan. Kami mau kirim surat ke Jokowi," katanya.

Park yang fasih berbahasa Indonesia menyimpan uangnya sebesar Rp450 juta dan seharusnya sudah bisa menerima uangnya pada 28 Oktober 2018 lalu. Namun hingga kini, uang tersebut belum juga cair.

"Saya berharap uang cepat cair. Kami kan orang asing, kami sebagai orang asing tidak menetap di Indonesia selamanya, ada batas waktu tinggal di indonesia. Kebanyakan nasabah itu gelisah," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: