Hingga saat ini, pasukan yang diterjunkan pun belum juga ditarik karena pelaku belum tertangkap. Selain itu, Tito mengatakan, alasan keamanan membuat operasi TNI dan Polri masih berlangsung.
"Siapa yang bisa menjamin kalau tidak terulang lagi pembantaian itu terjadi. Maka karena tidak ada yang bisa jamin, penegakan hukum lewat Polri dan TNI. Nah, TNI di sana dalam rangka mendukung operasi kepolisian penegakan hukum karena medannya yang sulit," kata Tito, Jumat (27/12/2019).
Baca Juga: Wakil Bupati Nduga Mundur, Wapres Angkat Suara
Tito juga menyebut, tak sedikit pula anggota TNI dan Polri yang turut meninggal untuk mencari para pelaku dan melakukan penegakan hukum di wilayah itu. Karena itu, lanjutnya, permintaan penarikan pasukan tersebut belum dapat dipenuhi karena tak adanya jaminan keamanan warga sekitar.
"Ini jadi kalau seandainya ada permintaan penarikan pasukan, pertanyaannya ada tidak yang bisa menjamin baik bupati, wakil bupati atau ada tidak yang bisa menjamin tokoh-tokoh di sana tidak akan terulang peristiwa, bukan hanya pembantaian 34 orang itu (PT Istaka Karya)," ujarnya.
Tito mengaku beberapa kali telah menanyakan hal ini kepada para tokoh setempat. Namun, tak ada yang bisa menjamin keamanan warga di wilayah itu. Karena itu, pasukan TNI dan Polri pun masih diterjunkan.
"Artinya kan harus ada perlindungan di sana. Jangan salah, beberapa masyarakat kelompok masyarakat ada yang takut. Baik yang kelompok masyarakat pendatang maupun yang asli di situ juga takut pada mereka," kata Tito.
Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua sekaligus penanggung jawab tim, Theo Hasegem menyebut konflik bersenjata di Nduga telah menyebabkan 182 warga meninggal. Sebagian korban dilaporkan meninggal dalam konflik bersenjata antara tentara Pembebasan Papua Barat dan TNI dan sebagian lainnya meninggal dalam pelarian di hutan dan meninggal di pengungsian karena kelaparan.
Agustus lalu, anggota Ombudsman RI Ahmad Suaedy, di Jakarta, menyatakan pemerintah tidak memiliki data yang cukup terkait jumlah pengungsi dan tujuan pengungsian Nduga yang sebenarnya. Padahal untuk menyelesaikan persoalan di Nduga diperlukan data jelas, seperti untuk menyalurkan bantuan kepada pengungsi.
Sejauh ini, ujar Suaedy, data satu-satunya mengenai pengungsi Nduga, termasuk korban kemanusiaan, hanya dimiliki Tim Kemanusiaan Nduga yang laporannya telah disampaikan kepada publik juga di bulan Agustus 2018. Berdasar laporan itu, sebanyak 5.000 warga Nduga mengungsi ke Wamena, dan secara keseluruhan diperkirakan sebanyak 45 ribu mengungsi ke kabupaten-kabupaten sekitar Nduga.
Pengungsi berasal dari 16 distrik, sedangkan 35 ribu di antaranya berasal dari 11 distrik yang kondisi pelayanan publiknya paling parah. Dari 11, sebanyak 8 distrik sama sekali ditinggalkan penghuninya, yakni Distrik Yigi, Nirkuri, Inikgal, Kagayem, Mapnduma, Yal, dan Mugi.
Sementara, korban kemanusiaan konflik Nduga sebanyak 184 yang terdiri atas 21 perempuan, 69 laki-laki, 21 anak perempuan, 20 anak laki-laki, 14 balita perempuan, 12 balita laki-laki, 17 bayi perempuan, dan 8 bayi laki-laki.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: