Setengah Dekade Perang Yaman, Krisis Kemanusiaan Terburuk Era Modern
Pada Maret 2015 Arab Saudi dan sembilan negara lainnya membentuk koalisi militer untuk mendukung Abdrabbuh Mansur Hadi yang digulingkan pasukan bersenjata Houthi. Sejak itu perang berkecamuk di Yaman.
Sudah hampir lima tahun Yaman didera perang berkepanjangan. Tidak ada tanda-tanda perang yang juga melibatkan ISIS dan al-Qaeda ini akan mereda. Koalisi yang dipimpin Arab Saudi dan Uni Emirat Arab belum juga berhasil mengalahkan Houthi.
Pada Jumat (27/12/2019) Al Jazeera melaporkan organisasi-organisasi kemanusiaan mengatakan krisis kemanusiaan di Yaman kian memburuk. Afrah Nasser dari Human Right Watch mengatakan krisis kemanusiaan di seluruh penjuru Yaman semakin parah.
Baca Juga: Pemerintah dan Pabrik Senjata Jerman Sokong Perang di Yaman?
"Bahkan ketika pertempuran menurun krisis kemanusiaan di seluruh penjuru Yaman memburuk," kata Nasser kepada Aljazirah.
Sejak konflik dimulai sudah sekitar 9 ribu warga sipil terbunuh. Sebanyak 3 juta orang lainnya terpaksa mengungsi untuk melarikan diri dari perang. Yaman juga berada di jurang kelaparan. Sebanyak 24 juta orang bergantung pada bantuan kemanusiaan.
Diprediksi kondisi krisis kemanusiaan di Yaman akan semakin terpuruk lagi. Karena pada 24 Desember lalu PBB mengatakan setelah menjadi target pengeboman, puluhan organisasi kemanusiaan menahan operasi mereka di negara itu.
Sementara Kementerian Kesehatan Houthi mengumumkan sejak Oktober wabah flu babi dan demam berdarah di Yaman telah menewaskan hampir 200 orang. Kantor Kemanusiaan PBB di Yaman mengatakan langkah menahan operasi bantuan kemanusiaan dilakukan setelah ada serangan roket granat terhadap tiga organisasi kemanusiaan di Provinsi Dhale.
Serangan tersebut melukai seorang petugas keamanan dan merusak beberapa gedung. PBB mengatakan pengeboman itu menjadi sinyal 'peringatan meningkatkan resiko yang dihadapi pekerja kemanusiaan'. PBB menambahkan hal ini menghentikan distribusi bantuan kepada 270 ribu penduduk yang sangat membutuhkan.
Pejabat pemerintah Yaman yang tidak dapat menyebutkan namanya karena peraturan menyalahkan kelompok ekstremis. Menurutnya serangan itu dilakukan cabang Alqaeda di Yaman. Karena sebelumnya kelompok tersebut juga pernah melakukan serangan kepada organisasi kemanusiaan di sekitar Dhale.
Baca Juga: Lagi, Drone Buatan Iran Ditembak Jatuh Militer Yaman
Organisasi itu juga rutin menghasut warga untuk melakukan kekerasan kepada program-program bantuan asing. Al- Qaeda menganggap program bantuan tersebut anti-Islam.
"Kami mengecam kampanye media yang terus-menerus menyebarkan rumor dan hasutan di sebagian Yaman terhadap operasi bantuan, yang menahan mereka melakukan pekerjaan penting," kata Kepala Kemanusiaan PBB di Yaman Mark Lowcock.
International Rescue Committee (IRC) melaporkan ada granat yang meledak di kantor mereka dan pusat perkumpulan perempuan pada Sabtu (21/12). IRC sangat khawatir dengan keamanan dan keselamatan staf lokal mereka.
Organisasi non-profit itu pun menahan aktivitas mereka untuk sementara waktu. "Akan segera memulai kembali program kami setelah cukup aman bagi staf kami untuk kembali bekerja," kata IRC.
Pada 2 Desember lalu IRC juga merilis hasil penelitian mereka tentang dampak kegagalan menghentikan perang Yaman. Menurut IRC jika perang tidak segera dihentikan maka butuh waktu 20 tahun untuk bisa mengembalikan kondisi Yaman seperti sebelum perang.
IRC juga menemukan jika perang dilanjutkan selama lima tahun lagi maka komunitas kemanusiaan internasional harus menyediakan dana sebesar 29 miliar dolar AS untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke Yaman. Jauh lebih besar dibandingkan anggaran tahunan seluruh organisasi kemanusiaan internasional di dunia.
Dengan temuan ini, organisasi kemanusiaan yang bermarkas di New York itu mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menggunakan pengaruh diplomatik mereka. Membangun solusi politik dan memulai negosiasi yang dipimpin PBB.
Tidak hanya IRC, kantor kelompok organisasi kemanusiaan asal Inggris Oxfam juga diserang. Oxfam lembaga amal terbesar di Inggris.
"Pekerja kemanusiaan harusnya bukan target," kata Direktur Oxfam di Yaman, Muhsin Siddiquey.
Kementerian Kesehatan Houthi mengumumkan pada bulan Oktober flu babi telah menewaskan 94 orang. Sudah ada ratusan kasus yang dilaporkan. Wabah ini semakin membebani fasilitas kesehatan yang sudah hancur karena perang.
Menteri Kesehatan Houthi, Mohammed al-Mansour, memperingatkan jumlah kematian akibat flu babi dapat terus meningkat. Mansour mengatakan wabah demam berdarah juga telah menewaskan 68 orang termasuk 16 anak-anak.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: