Sebagai produsen kelapa sawit raksasa dunia, Indonesia hanya mampu menghasilkan 20 ton per ha tandan buah segar (TBS) dengan produktivitas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) rata-rata sebesar 3,7 ton per ha. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan Malaysia yang sudah mampu menghasilkan CPO mencapai 8–10 ton per ha.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) menemukan beberapa faktor yang memengaruhi produktivitas tanaman kelapa sawit di antaranya iklim, bentuk wilayah, kondisi tanah, bahan tanam, dan teknik budi daya.
Teknik budi daya yang baik (good agricultural practices/GAP) menjadi salah satu faktor dasar paling krusial yang perlu diperhatikan oleh pekebun sawit. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 131 Tahun 2013 tentang pedoman budi daya kelapa sawit yang baik menjelaskan secara rinci kegiatan budi daya meliputi kondisi lahan, bahan tanaman, pembenihan, penyiapan lahan, penanaman dan, pemeliharaan tanaman, panen, supervisi, dan penilaian kebun.
Baca Juga: Ikuti Tren, Saham Perusahaan Sawit Ini Langsung Terbang Tinggi
Potensi produksi TBS kelapa sawit umur 10–20 tahun dengan kelas kesesuaian lahan sesuai berkisar antara 26–35 ton per ha dengan jumlah tandan mencapai 6–13 tandan per pohon dan berat tandan 20–32 kg per tandan.
Bahan tanaman memiliki peranan yang sangat besar dalam keberhasilan perkebunan kelapa sawit. Nilai bahan tanaman sebagai faktor produksi hanya 3–8% dari total biaya investasi. Nilai yang sedikit ini dapat mendatangkan dampak yang sangat besar dalam jangka waktu ± 25 tahun.
Bahan tanaman yang digunakan merupakan bahan tanaman unggul (legitimate) yang diperoleh dari pusat sumber benih yang telah memiliki legalitas dan reputasi yang baik. Penggunaan bahan tanaman yang tidak unggul (illegitimate) akan mengakibatkan tingkat produksi TBS maksimum hanya 50% dan rendemen CPO maksimum 18% serta biaya operasional bagi perusahaan kelapa sawit (PKS) tinggi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti