Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Luhut Tegaskan Tak Ada Dana Asing untuk Kantor Presiden

Luhut Tegaskan Tak Ada Dana Asing untuk Kantor Presiden Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut Indonesia enggan menggunakan dana asing untuk pembangunan kantor presiden dan kantor pemerintahan di ibu kota baru. Meskipun, ungkap Luhut, ada tawaran pendanaan dari pendiri SoftBank dan Chief Executive Officer dari SoftBank Mobile Masayoshi Son.

"Kita tidak mau pembangunan kantor presiden dan kantor pemerintah itu dibayarin orang, kita mau dibayar pakai APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)," kata Luhut di Jakarta, Jumat (17/1/2020).

Baca Juga: Jokowi: Semua Kendaraan di Ibu Kota Baru Harus Autonomous dan Electric

Luhut memaparkan, awalnya, Masayoshi Son menanyakan kebutuhan dana untuk pembangunan ibu kota dan menyatakan bersedia memberikan seluruh pendanaan yang dibutuhkan. Namun, Luhut mengatakan bahwa Indonesia tidak menginginkan hal tersebut karena pembangunan kedua klaster itu merupakan simbol kebanggaan bagi Indonesia di mata internasional.

"Saya bilang kebutuhannya yang dihitung itu 40 miliar dolar AS. Dia bilang biar dari saya itu dananya. Tapi, kita tidak mau. Kita harus bangga jadi orang Indonesia, bukan kita minta-minta. Untuk kantor presiden, tidak ada urusan orang luar, itu APBN," tegas Luhut.

Namun, Luhut menyampaikan bahwa Masayoshi tetap dapat berinvestasi di ibu kota baru, misalnya untuk klaster-klaster lainnya di luar kantor presiden dan pemerintahan, di antaranya klaster perguruan internasional atau rumah sakit dengan standar internasional.

"Saya bilang untuk klaster-klaster yang lain bisa kita omongin, tapi bukan kalian yang atur. Kita yang memutuskan. Rencananya Presiden Joko Widodo akan memberikan keputusannya pada Februari. Negosiasi kan butuh waktu," ungkap purnawirawan TNI itu.

Dalam memutuskan hal itu, lanjut Luhut, semua kemungkinan bisa saja terjadi. Namun intinya, kata dia, adalah Indonesia dalam posisi yang tidak ingin didikte, tetapi saling menguntungkan.

"Kita yang memutuskan, ada saja kemungkinan ini itu. Tapi, yang saya ingin sadar adalah jangan kita didikte orang luar, semua negosiasi, saling menguntungkan," tegas Luhut.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: