Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemangku Kepentingan Perdagangan Berjangka Komoditas Tunggu Kepastian PPh Final

Pemangku Kepentingan Perdagangan Berjangka Komoditas Tunggu Kepastian PPh Final Petugas teller menghitung pecahan uang dolar AS di Kantor Pusat Bank Mandiri, Kamis (28/6). Data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia menunjukkan, nilai tukar rupiah melemah ke posisi Rp14.271 per dolar AS atau yang terlemah sejak tiga tahun terakhir akibat sentimen market maupun faktor yang sifatnya fundamental. | Kredit Foto: Antara/Wahyu Putro A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Saat ini para pemangku kepentingan di sektor perdagangan berjangka komoditas terus berupaya mendorong pemerintah terkait penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Final atas transaksi derivatif.

PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero) melalui Direktur Utama Fajar Wibhiyadi mengatakan, kepastian penentuan pengenaan PPh Final atas transaksi derivatif tersebut dilihatnya akan menjadi stimulus untuk peningkatan transaksi.

"Kepastian nilai pajak penghasilan final ini, kami yakini tidak hanya sekadar memacu peningkatan volume transaksi perdagangan berjangka komoditas (PBK), namun juga akan meningkatkan ekosistem transaksi derivatif di Tanah Air," jelas Fajar di Kantor Kliring Berjangka Indonesia, Kamis (30/1/2020).

Baca Juga: Menteri Puspayoga: PPh Final 0,5% Mampu Tingkatkan Badan Hukum UKM

"Apabila pajak final ini mungkin bisa deregulasikan, saya rasa potensial-potensial investor untuk melakukan investasi di Industri ini akan menarik. Sekarang kesadaran masyarakat sudah sangat tinggi akan pajak kalau bisa deregulasikan saya yakin akan menjadi potensial," tambahnya.

Perbedaan antara regulasi PPh lama dan baru ini, nantinya selain besaran nilai pajak ialah mengenai kondisi pengenaan. Bila PPh final berlaku, investor akan dikenakan PPh setelah melakukan transaksi, baik itu menjual maupun membeli, dan investor akan dikenakan pajak setelah melakukan transaksi yang bersifat profit ataupun loss.

Namun, dengan besaran pungutan yang lebih rendah tentunya kian meningkatkan selera nasabah untuk berinvestasi.

Fajar kembali melanjutkan, usulan dari pihaknya yakni para pemangku kepentingan di sektor perdagangan berjangka komoditi adalah dasar pengenaan pajak adalah 1% dari nilai transaksi atau national value. Sedangkan tarif pajaknya adalah 0,1% dari setiap transaksi, baik bilateral maupun multilateral.

 

"Kami optimis, dengan pemberlakuan PPh final ini, ekosistem perdagangan komositas berjangka akan meningkat. Kalau boleh dianalogikan, PPh final ini akan menjadi stimulus luar biasa bagi perkembangan industri perdagangan berjangka komoditi di Indonesia," jelas Fajar Wibhiyadi kembali menyampaikan.

Seperti yang dikatakan Fajar, Stephanus Paulus Lumintang yang merupakan Direktur Utama Bursa Berjangka Jakarta juga berkata demikian. Menurut Paulus, pihaknya telah mengusulkan nilai PPh final nantinya sebesar 0,1% untuk transaksi multilateral dan bilateral.

"Di negara-negara lain, investor di sektor perdagangan berjangka komoditas mendapatkan insentif berupa keringanan pajak dari pemerintah, yang hasilnya bahwa transaksinya menjadi ramai. Kita perlu mencontoh negara-negara lain tersebut untuk meningkatkan transaksi derivatif di negara kita," papar Paulus Lumintang.

Menurutnya, pengenaan PPh final sangat dibutuhkan untuk pengembangan transaksi perdagangan berjangka komoditas di Indonesia karena memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha.

"Dengan banyaknya ragam dari komoditas di Indonesia, PPh final diharapkan akan meningkatkan transaksi perdagangan berjangka komoditas yang dapat meningkatkan ekosistem perdagangan berjangka dan komoditas di Indonesia. Kami optimis, perubahan regulasi ini akan meningkatkan transaksi derivatif di sektor perdagangan berjangka komoditas," pungkasnya.

Saat ini PPh atas transaksi derivatif ada di ranah investor yang melaporkan di SPT masing-masing. Hal ini merupakan konsekuensi atas diterbitkannya Peraturan Pemerintah nomor 31 tahun 2011 yang mencabut Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa.

Dan pada 2 Desember 2014, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan juga telah melakukan pembahasan terkait ketentuan PPh final atas transaksi derivatif ini.

Baca Juga: Mbak Sri Ngomelin Pak Bowo: Anggaran Kemenhan Murni dari Pajak Rakyat!

Pembahasan ini merupakan tindak lanjut dari usulan yang disampaikan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) selaku otoritas kegiatan perdagangan berjangka komoditas di Indonesia bersama-sama dengan pemangku kepentingan yang lain pada 28 November 2014.

Namun demikian, sampai saat ini, belum ada ketentuan baru yang mengatur PPh final atas transaksi derivatif sejak PP 17 tahun 2009 dicabut.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: