Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah Tapanuli Selatan Dorong Daerahnya Jadi Ekowisata

Pemerintah Tapanuli Selatan Dorong Daerahnya Jadi Ekowisata Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara sama seperti daerah penghasil hasil perkebunan lainnya di Indonesia. Banyak masyarakatnya tertatik untuk membuka lahan sawit. Namun, di sisi lain pemerintah daerah setempat melihat daerah tersebut lebih cocok dijadikan kawasan ekowisata dengan produk andalan hasil hutan.

Demikian diungkapkan Saulian Sabdi Situmorang, Tenaga Ahli Pemkab Tapanuli Selatan yang merangkap sebagai Ketua Forum Kelapa Sawit Berkelanjutan Tapanuli Selatan (FoKSBI) Tapsel. Menurutnya, Tapanuli Selatan dengan luas wilayah mencapai 444,48 hektare itu sebagian besar wilayahnya, mencapai 60%, merupakan kawasan hutan, mulai dari hutan lindung, hutan produksi, hutan suaka alam, hingga hutan gambut.

Baca Juga: Kamera Trap Dipasang di Hutang Lindung Angkola, Ini yang Ditemukan

Kondisi geografis tersebut membuat banyak lahan sawit yang dibuka di kawasan hutan. Beberapa lokasi hutan yang digunakan masyarakat untuk membuka lahan sawit antara lain Hutan Lindung Angkola, yang berbatasan dengan area penggunaan lain (APL) PT Austindo Nusantara Jaya Agri Sains (ANJ). Selain itu, tidak sedikit pula yang membuka lahan di area hutan lindung.

Banyaknya masyarakat yang membuka kebun sawit di kawasan hutan tersebut dipicu oleh harga sawit yang melambung sehingga menggiurkan. Ditambah, permintaan sawit yang terus naik setiap tahun membuat makin banyak masyarakat yang tertarik membuka lahan sawit. Luas tanaman dan produksi kelapa sawit tanaman perkebunan rakyat di Tapanuli Selatan diperkirakan mencapai 5.337 hektare.

"Yang mengkhawatirkan kalau harga sawit terus meningkat akan banyak yang tergiur untuk menanam sawit. Namun kalau harga turun, di bawah Rp1.000, kemauan masyarakat untuk menanam sawit akan menurun," ujar Saulian.

Untuk mengurangi minat masyarakat menanam sawit, menurut Saulian, FoKSBI mendorong Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan agar lebih mengembangkan potensi hasil perkebunan lain yang tak kalah dibandingkan dengan sawit. Beberapa potensi yang dimiliki, antara lain, adalah salak yang memiliki luas lahan mencapai 13.928 hektare dengan produksi 236.793 ton per tahun. Areal pengembangan salak masih tersedia 15.000 hektare.

Selain itu, hasil hutan lain yang tak kalah menjanjikan adalah karet dengan produksi 7.794 ton per tahun, kopi robusta dengan produksi 781,60 ton per tahun, kelapa 211,85 ton per tahun, kakao dengan produksi 2.079,55 ton per tahun, dan aren 598,95 ton per tahun.

"Buah yang mulai diminati masyarakat seperti alpukat, manggis, durian bisa berkembang dengan baik tak kalah dengan sawit," jelas Saulian.

Melihat program pembuatan bibit durian yang dilakukan oleh Conservation International (CI) Indonesia kepada masarakat Bina Sari, Pemkab menyambut baik. Menurutnya, upaya restorasi itu mendorong penanaman tanaman lain, tidak hanya durian, tetapi juga bisa dilakukan dengan tanaman lain.

Dengan makin banyaknya tanaman tersebut, nantinya akan membuat Tapanuli Selatan memiliki keunggulan dalam produksi buah-buah tersebut. Saat ini, Tapanuli Selatan sudah dikenal dengan hasil kopi dan salak. Diharapkan ke depan juga dikenal dengan produk-produk lain, seperti durian, manggis, dan lainnya.

"Restorasi tidak harus mengembalikan seperti semula, tapi lebih mudah dengan penghijauan. Yang penting tutupan lahan sudah memenuhi," jelas Saulian.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: