PT Bank Tabungan Negara (persero) Tbk atau BTN membukukan laba bersih sebesar Rp209 miliar sepanjang 2019. Angka ini merosot 92,55% dibandingkan 2018 yang sebesar Rp2,8 triliun.
Direktur Utama BTN Pahala N Mansury mengatakan, ada tiga penyebab utama yang menjadikan laba bersih BTN turun begitu dalam pada 2019. Pertama, pengetatan likuiditas di tahun lalu membuat biaya dana atau cost of fund (CoF) meningkat.
Catatan OJK menunjukkan loan to deposit ratio (LDR) perbankan di November sebesar 93,50%. Rasio yang tinggi ini menunjukkan likuiditas perbankan hampir habis untuk menyalurkan kredit.
Baca Juga: Ditopang KPR, Kredit BTN Naik Capai Rp255,82 Triliun
"Rasio LDR perbankan 93-94% membuat persaingan bank makin ketat. Kredit 2019 melambat. Ini mengindikasikan ketersediaan likuiditas makin ketat. LDR BTN 113%, meningkat dari 103%. Jadi, kita lebih aktif mencari sumber likuiditas dari whosale funding seperti bond. Ini memengaruhi profitabilitas kita. Tingginya pendanaan untuk mendapatkan whosale funding membuat cost of fund kita juga meningkat," ujar Pahala saat Media Briefing di Jakarta, Senin (17/2/2020).
Faktor berikutnya, perseroan tahun lalu melakukan penyesuaian kolektibilitas kredit. Penyesuaian itu turut mengerek naiknya rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) BTN dari 2,81 pada 2018 menjadi 4,78% di 2019. Imbasnya, cadangan kerugian penurunan milai (CKPN) BTN pun harus dinaikkan.
"Kita harus memiliki pencadangan yang meningkat dan melakukan kolektabilitas kredit kita," ucap Pahala.
Kemudian yang terakhir, implementasi penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 juga membuat CKPN BTN naik signifikan. Pada akhir Desember 2019, CKPN BTN berada di posisi Rp6,14 triliun atau melonjak 85,09% yoy dari Rp3,32 triliun.
"Coverage ratio kami berada di level 50,01% pada Desember 2019 dan terus kami pupuk sehingga pada Januari 2020 coverage ratio sudah mencapai 109,47%," kata Pahala.
Baca Juga: Poles Mobile Banking, BTN Bidik 2,7 Juta Pengguna
Peningkatan signifikan pada CKPN tersebut membuat BTN meraup laba bersih senilai Rp209 miliar di tahun lalu.
"Meskipun laba mengalami penurunan, tapi kita sudah melakukan pencadangan yang cukup dan penyesuaian kolektabilitas kredit, kita optimis laba kita tahun ini dapat mncapai Rp2,5-3 triliun," ucap Pahala.
"Kita optimis punya kemampuan untuk terus tumbuh, market share kita di KPR terbesar yakni 40%, di KPR bersubsidi bahkan 91%," tambahnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: