Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pakar Sebut Pernyataan Kepala BPIP Masuk Penodaan Agama: Kepolisian Harus Turun Tangan!

Pakar Sebut Pernyataan Kepala BPIP Masuk Penodaan Agama: Kepolisian Harus Turun Tangan! Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pernyataan Ketua Badan Penguatan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, yang mengatakan bahwa agama musuh terbesar dari Pancasila dinilai telah melanggar hukum. Karena itu, Yudian diminta untuk mempertanggungjawabkan pernyataannya tersebut.

Menurut Pakar Sosiologi Hukum dan Filsafat Pancasila, Prof Suteki, apa yang dinyatakan Yudian telah menyimpang dari hukum. Bahkan, Suteki menilai Yudian jelas-jelas telah melanggar Pasal 156 tentang Penodaan Agama.

Baca Juga: Kepala BPIP Sudah Klarifikasi Soal 'Agama Musuh Pancasila', MUI: Ngeles Aja!

"Pernyataan bahwa musuh terbesar Pancasila itu agama dan kemudian konstitusi itu di atas kitab suci, saya katakan ini ada dugaan kuat telah terjadi perbuatan yang memenuhi unsur-unsur Pasal 156 atau Pasal 156 a KUHP tentang penodaan atau penodaan agama," kata Suteki belum lama ini.

Menurut Suteki, aparat kepolisian harus turun tangan dalam permasalahan ini. Sebab, jika dikembalikan kepada KUHP, Pasal 156 itu merupakan delik biasa yang tidak perlu menunggu adanya aduan. Selain itu, pernyataan Yudian juga berpotensi melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Jadi ini bukan delik aduan, tetapi delik biasa yang berarti ada bukti yang cukup. Polisi bisa langsung memeriksa yang bersangkutan tanpa harus menunggu laporan dari masyarakat. Belum lagi kalau kita kaitkan undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE itu juga memenuhi unsur Pasal 28 ayat 2, tentang menyatakan dan mengeluarkan perasaan permusuhan terhadap salah satu atau beberapa golongan," ujar Suteki.

Meski telah melakukan klarifikasi, Yudian harus diproses hukum. Jika memang Pemerintah dan aparat kepolisian peduli dengan permasalahan ini, harus ada langkah tegas.

"Kalau ini enggak diproses, apa perlu kita demo berjilid-jilid lagi? Jadi permasalahan besar di situ kalau ini ada kepedulian terhadap itu. Meski sudah klarifikasi apa itu selesai? Saya katakan tidak cukup. Ini adalah negara hukum, bukan negara klarifikasi," ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: