Meskipun masih dirundung kabar buruk, namun peluang lampu hijau bagi industri sawit Indonesia masih terbuka lebar.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP Apkasindo) Gulat ME Manurung memperkirakan bahwa harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dunia masih akan terus menunjukkan tren positif.
Tidak hanya itu, harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani juga naik sekitar Rp100–Rp250 per kg dan tren ini diperkirakan akan terus terkatrol. Harga CPO dan TBS yang sempat melantai merupakan efek kejut atas lockdown yang dilakukan oleh Malaysia, China, dan India sejak Maret lalu.
Baca Juga: Suka Tidak Suka, Arti Sawit Itu Penting!
Akibat lockdown yang dilakukan oleh Malaysia, kebutuhan minyak sawit dunia kemudian hanya bergantung pada Indonesia dan sedikit dari Thailand.
Dengan kondisi ini, negara dan khususnya eksportir minyak sawit harus semakin jeli memanfaatkan potensi dan peluang yang ada.
Gulat mengatakan, "Lockdown beberapa negara tadi jadi peluang sekaligus tantangan bagi kita, negara penghasil CPO. Ini jadi pelajaran sangat penting bagi kita supaya tidak melulu bergantung pada negara importir. Kita perlu membuat strategi bagaimana caranya supaya serapan CPO dalam negeri meningkat. Mungkin bisa dengan mengolah CPO jadi bahan baku biodiesel, memperbanyak produk turunan CPO menjadi cadangan material atau lain sebagainya."
Data Gapki mencatat produksi CPO Indonesia pada 2019 sebanyak 51,8 juta ton, yang mana sekitar 70 persen dari total tersebut atau sebanyak 37,39 juta ton di ekspor ke negara-negara di dunia. Sedangkan, 30 persen lainnya diperuntukkan bagi konsumsi domestik.
Lebih lanjut, Gulat mengatakan, "Dengan telah dimulainya B30 di awal 2020, saya memperkirakan serapan dalam negeri bisa mencapai 40–45 persen. Serapan dalam negeri memang naik, namun menurut saya yang aman itu jika serapan dalam negeri di atas 60 persen."
Terkait harga CPO yang berfluktuasi, Apkasindo meminta petani sawit untuk sementara waktu menekan biaya produksi, yakni dengan mengurangi biaya rotasi pengendalian gulma, mengurangi dosis pupuk, serta biaya-biaya lainnya yang dirasa tidak terlalu penting.
Baca Juga: Lagi dan Lagi… Kelapa Sawit Ikut Perangi Corona!
Lebih lanjut, Gulat berharap, "Dari sisi non-agronomis, petani sawit bisa lebih meningkatkan kepedulian sosial dan mematuhi imbauan pemerintah terkait Covid-19. Kalau petani 'bandel', yang rugi bukan hanya diri sendiri, tetapi akan berdampak global. Kita masih bersyukur sampai saat ini, negara masih berupaya sekuat tenaga untuk tidak melakukan lockdown. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana ngerinya jika Indonesia sampai lockdown."
Terakhir, Gulat berharap agar pabrik kelapa sawit (PKS) tetap melayani pembelian TBS petani. "Sawit ini telah menghidupi 18 juta petani sawit Indonesia, belum lagi pekerja dan buruh terkait sawit. Sangat banyak, loh. Sepanjang Indonesia tidak mengambil kebijakan lockdown, maka tidak ada alasan PKS tutup. Mari tunjukkan bahwa PKS adalah Pahlawan Indonesia."
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti