Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gas Melon Langka dan Mahal saat Corona, Warga Pakai Kayu Bakar

Gas Melon Langka dan Mahal saat Corona, Warga Pakai Kayu Bakar Kredit Foto: Andi Aliev
Warta Ekonomi, Jakarta -

Situasi sulit akibat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh pemerintah mengakibatkan terbatasnya mobilitas warga.Persoalan tak kalah serius justru harus dihadapi warga Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Mereka adalah warga yang juga turut terdampak secara ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini menghadapi kelangkaan gas elpiji 3 kg atau dikenal dengan gas melon.

Tidak hanya langka, sudah lebih dari dua pekan, gas bersubsidi ini juga mengalami kenaikan drastis. Harganya melonjak antara Rp30 ribu sampai Rp40 ribu per tabung, padahal Harga Eceran Tertinggi HET di pangkalan atau agen hanya Rp16 ribu sampai dengan Rp17 ribu saja. Tak ayal, kenaikan harga gila-gilaan di tengah kelangkaan gas elpiji 3 kg ini pun membuat warga menjerit.

Seperti dituturkan Titin salah satu warga Kecamatan Muncang, gas elpiji 3 kg mencapai harga Rp30 ribu bahkan hingga Rp40 ribu, itupun sangat sulit untuk mendapatkannya sejak dua minggu terakhir.

“Saya sudah ngider (muter) nyari gas bahkan sampai ke Ciminyak, ke Sukarajaya ke desa lainnya, tapi gak nemu juga berhari-hari,” keluhnya.

Baca Juga: Duh! Subsidi Harga Gas Buat Pembangunan Infrastruktur Gas Melambat

Terpaksa Menggunakan Kayu Bakar

Saking sulitnya, Titin dan warga di sekitarnya terpaksa harus mencari kayu bakar untuk memasak. “Gimana mau diam di rumah aja seperti yang himbauan pemerintah, ini malah harus keluar rumah juga untuk nyari kayu bakar, karena buat masak di rumah kan gak bisa ditunda. Bikin susah” keluhnya lagi.

Anehnya, kelangkaan yang diikuti harga yang melambung selalu berulang setiap tahunnya, terutama setiap kali bulan puasa tiba, bahkan tahun lalu harganya menyentuh Rp60 ribu per tabung.

“Bayangkan dari harga normalanya Rp25 ribu sekarang jadi Rp40 ribu bahkan lebaran tahun lalu naik sampai Rp60 ribu. Saya bingung, padahal lihat kalau gas dikirim ke agen di sini, tapi kenapa pas mau beli gak ada,” tambahnya lagi, gusar.

Menghadapi situasi sulit di tengah penyebaran pandemi Covid-19 ini, dia meminta dengan sangat pemerintah dan aparat penegak hukum tidak tinggal diam, “Saya gak tahu harus mengadu ke siapa? Coba tolong suara kami masyarakat kecil ini didengarkan. Mana kita lagi susah begini gara gara virus corona, nambah lagi dengan masalah gas yang langka dan mahal. Tolonglah atuh pemerintah jangan diam saja. Segera adakan razia pasar, tindak tegas oknum yang nimbun gas ini.” pintanya tak dapat menahan kekesalan.

Baca Juga: SKK Migas Sebut Bisnis Eksplorasi Migas Penuh Risiko

Kelangkaan elpiji bersubsidi juga terjadi di Kecamatan Malingping, di kecamatan yang berada di Lebak Selatan ini harganya antara R 30 ribu sampai Rp40 ribu. Warga setempat bahkan sudah sangat gerah dan berencana melaporkannya ke Badan Pengatur Harga Minyak dan Gas Bumi (BPH) Migas.

Tidak berbeda dengan warga di Kecamatan Malingping, situasi serupa juga dirasakan warga Kecamatan Cikulur. “Selain langka, harganya juga mahal, bisa Rp28 ribu sampai Rp30 ribu, Mungkin juga ada oknum yang manfaatin suasana,” kata Rahmat seorang warga setempat.

Mirisnya lagi, tidak hanya elpiji kata Rahmat, yang mengalami kenaikan drastis, gula pasir juga demikian. “Dari harga Rp12 ribu sekarang Rp18 ribu, itu di warung tradisional ya,” tuturnya lagi

Menanggapi situasi yang memberatkan warga saat ini, Okezone meminta tanggapan dari Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, H. Dedi Rahmat, menurutnya, Disperindag tidak memiliki kewenangan untuk intervensi dalam menstabilkan harga pasar, karena kewenangan tersebut ada sepenuhnya pada pihak Pertamina.

“Harusnya Pertamina membuat regulasi lagi terkait pengawasan dan Disperindag diberikan kewenangan oleh Pertamina,” jelas Kepala Disperindag Lebak ini.

Jika aparat pemerintah yang sedianya bertugas mengayomi masyarakat tidak bisa mengambil langkah tegas, Lantas kepada siapa rakyat harus mengadu?

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: