Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Akademisi: Rakyat Sedang Menderita, Elite Politik Jangan Debat di Depan Publik!!

Akademisi: Rakyat Sedang Menderita, Elite Politik Jangan Debat di Depan Publik!! Petugas Dinas Kesehatan Kota Depok bersiap melakukan tes cepat (rapid test) pendektesian COVID-19 dengan sistem "drive thru" di Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Minggu (29/3/2020). Tes dengan sistem tersebut dilakukan guna mempercepat proses pemeriksaan dan mempersempit penyebaran penularan COVID-19 di wilayah Depok dan sekitarnya. | Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Warta Ekonomi, Bogor -

Elite politik diminta tak berdebat serta silang pendapat di hadapan publik di tengah penanggulangan wabah Corona Virus DiseaseĀ 2019 (COVID-19).

Sebab, perdebatan di tengah kondisi seperti itu justru akan membuat masyarakat yang kesulitan menjadi bingung, menurut Cendekiawan Muslim, Komaruddin Hidayat.

"Satu, sekarang ini kesehatan, keselamatan warga diutamakan. Para elite politik itu sebisa mungkin jangan debat di depan publik. Jadi kalau berbeda ya dikumpulkanlah, Presiden mengundang, ngomong tertutup, jangan ke masyarakat," kata Cendekiawan Muslim, Komaruddin Hidayat, Minggu (5/4/2020).

Baca Juga: Update Corona di Tangsel: 416 ODP dan 170 PDP, Korban Meninggal?

"Nih rakyat tambah bingung aja, rakyat menderita tapi elite malah pada berdebat, ada lagi mengkaitkan dengan manuver politik dan sebagainya. Ini menyakitkan rakyat," tambahnya.

Pria yang akrab disapa Prof Komar ini menjelaskan, Pemilu diselenggarakan dengan ongkos yang mahal, baik tenaga maupun biaya untuk memilih para elite di DPR maupun di eksekutif. Semestinya, para pejabat di legislatif dan juga di eksekutif yang dipilih dengan ongkos yang mahal itu, menjalankan kewajibannya untuk melayani rakyat, bukan mengejar jabatan atau proyek semata.

"Sekarang kesempatan menunjukkan kepada rakyat bahwa kami (elite), kamu (rakyat) pilih demi melindungi engkau, para konstituen. Buktikan itu. Jadi kalau mereka pada bertengkar yang dipikir proyek misalnya, itu menyakitkan hari rakyat itu," tegasnya.

Selain itu, mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini meminta, agar masyarakat dan Pemerintah bersatu, karena pengalaman negara lain menunjukkan, pandemi ini bisa dihadapi dengan kebersamaan. Serta, jangan saling menyalahkan.

Dia meyakini, krisis ini akan segera berakhir. Bahkan, dia punya firasat bahwa jumlah kasus akan menurun saat memasuki bulan Ramadan, tetapi masyarakat harus tetap berhati-hati. "Jangan saling menyalahkan, nanti setelah selesai silakan debat lagi. Ini untuk keselamatan bersama," pinta Prof Komar.

Kemudian dia melanjutkan, jangan anggap enteng pandemi ini, karena ada sekelompok kecil dari agama Islam, Kristen dan Hindu itu dengan keyakinan agama mereka malah seakan-akan menantang corona. Tetapi, dia merasa lega karena secara makro, umat beragama menghargai sains, dan ikut mengantisipasi penyebaran COVID-19.

Menurut Komar, untuk di Indonesia itu memang tidak mudah karena, apapun keputusannya ini memang tidak menggembirakan semua pihak. Kalau ditutup rapat, tidak boleh bergerak itu implikasinya juga besar karena harus memenuhi kebutuhan rakyat dan ini juga berat.

"Di sini, sebaiknya masyarakat yang menganggur bisa pulang ke kampung halaman dengan penuh kehati-hatian, dan Pemda juga perlu mengantisipasi itu. Ini (mudik) bisa meringankan secara psikologis dan ekonomis, tapi dengan catatan Pemerintah Daerah harus siap, harus tegas di daerah itu untuk menjaga mereka. Yang positif harus diisolasi, social distancing," ungkapnya.

"Sebab memang berat sekali tinggal di ibu kota kemudian nganggur, berat sekali, beda dengan di daerah. Tapi memang sekarang ini Gubernur, kepala daerah sampai camat, lurah harus betul-betul menjaga kesehatan warganya," imbuhnya.

Lebih dari itu ia menambahkan, dengan adanya bencana pandemi ini, ia berharap bahwa rakyat semakin menyadari bahwa siapapun yang jadi pemimpin itu harus betul-betul punya kualitas dan dedikasi untuk rakyat.

Karena, ujian seorang pemimpin itu waktu krisis dan saat krisis masyarakat bisa menilai siapa pemimpin yang peduli dan yang cakap. Ini akan teruji baik di eksekutif maupun legislatif.

"Jadi ke depan memilih pemimpin ke depan itu bayangkan kalau masa krisis. Karena Indonesia itu dekat dengan krisis, banjir, tsunami, gunung meletus. Bayangkan kalau pandemi ini bareng dengan banjir atau gunung meletus, bagaimana coba. Pemimpin bayangkan saat krisis, jangan enak-enaknya saja," tandas Komar.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Tanayastri Dini Isna

Bagikan Artikel: