Keseriusan pemerintah dalam penangananan mewabahnya virus Covid-19 dipertanyakan. Dalam rapat dengar pendapat bersama Menteri Keuangan, Anggota DPR Fraksi Gerindra, Kamrussamad mempertanyakan penyertaan modal BUMN yang dianggap lebih penting dibandingkan menyelamatkan nyawa rakyat. Seharusnya kebijakan fiskal fokus mengatasi krisis kesehatan.
Kamrussamad mempertanyakan total dana yang sangat kecil dalam sektor kesehatan atasi Covid-19 dibandingkan negara tetangga Malaysia.
"Kenapa Indonesia jauh lebih kecil anggaran pandemik Covid-19 jika dibandingkan dengan Malaysia, di mana Indonesia 2,5% dari PDB, sedangkan Malaysia 10% dari PDB. Padahal faktanya jumlah penduduk Indonesia jauh lebih besar," kata dia di Jakarta, Senin (6/4/2020).
Baca Juga: Terawan Enggan Setujui PSBB Jakarta, Ternyata Alasannya...
Ia pun mempertanyakan paket-paket stimulus yang diluncurkan pemerintah namun untuk sektor kesehatan mendapatkan porsi terkecil. Dalam stimulus pertama senilai Rp10,3 triliun, stimulus kedua senilai Rp22,5 trliun, dan kebijakan fiskal senilai Rp405,1 triliun, yang terbagi dalam empat komponen.
Ia pun berharap kebijakan fiskal tersebut dapat tepat sasaran dan mampu mengatasi PHK serta menahan angka kenaikan kemiskinan sekaligus mampu menahan pertumbuhan menuju minus 0,4%.
"Kenapa ada skema penyertaan modal Ke BUMN dalam penyaluran paket kebijakan fiskal pandemik Covid -19. Jangan sampai ada hubungan dengan Jiwasraya dan Asabri serta Bumiputera," tegasnya.
Maka itu, sambungnya, usulan pelebaran defisit anggaran dari 1,76% menjadi 5,07% dari PDB pada APBN 2020 agar difokuskan pada kebijakan fiskal untuk krisis kesehatan dan skema subsidi UMKM serta masyarakat miskin melalui program Jaring Pengamat Sosial (Sosial Safety Net).
"Sebagai sebuah kebijakan fiskal, APBN 2020 diharapkan dapat diimplementasikan secara kredibel, efektif, efesien, serta berkelanjutan, sehingga dapat menjadi menjadi motor penggerak penjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi domestik," ujarnya.
Ia mengatakan stabilitas pertumbuhan ekonomi domestik menjadi suatu keniscayaan dalam melewati fase lombatan besar menuju Indonesia Maju 2045, yang semakin menjadi krusial di tengah kondisi ekonomi global yang kurang menguntungkan akibat perang dagang AS dan China yang belum ada tanda-tanda akan berakhir.
Baca Juga: Komisi IX ke Pemerintah: Terbukalah, Data Covid-19 Jangan Dikorupsi!
"Kita dapat mencermati bagaimana dampak konstelasi ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi regional, untuk kawasan Asia misalnya, Singapura hanya tumbuh 0,5%, Malaysia 4,37%, Thailand 2,35%, kita patut bersyukur Indonesia dengan segala dinamika internal yang ada masih mampu tumbuh 5,02%," tambahnya.
Dirinya menekankan bahwa stablisasi pertumbuhan ekonomi domestik dan upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi Indonesia pada masa mendatang merupakan tantangan bersama yang harus digapai. "Sehingga, dalam kasus seperti ini pemerintah juga mesti memikirkan bagimana meningkatkan stimulus perdagangan dengan cepat sehingga masyarkat bisa bangkit secara cepat," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: