Quantitative Easing adalah pelonggaran likuiditas bentuk kebijakan moneter yang tidak konvensional di mana bank sentral membeli surat berharga jangka panjang dari pasar terbuka untuk meningkatkan jumlah uang beredar dan mendorong pinjaman dan investasi.
Dilansir dari Investopedia di Jakarta, Kamis (9/4/2020) membeli sekuritas akan menambah uang baru bagi perekonomian, serta berfungsi menurunkan suku bunga dengan menawar sekuritas pendapatan tetap. Ini juga sangat memperluas neraca bank sentral.
Baca Juga: Apa Itu Ekonomi Sirkular?
Quantitative Easing meningkatkan jumlah uang beredar dengan membeli aset dengan cadangan bank yang baru dibuat untuk menyediakan lebih banyak likuiditas kepada bank.
Awalnya, Quantitative Easing identik dengan bank sentral Jepang (BoJ) yang menjalankan kebijakan ini sejak tahun 2001 setelah menurunkan tingkat suku bunganya sampai dengan nol persen. Namun, bank-bank sentral lain kemudian menjalankan kebijakan serupa, termasuk diantaranya bank sentral Amerika Serikat (The Fed).
Untuk melaksanakan Quantitative Easing, bank sentral meningkatkan pasokan uang dengan membeli obligasi pemerintah dan sekuritas lainnya. Meningkatkan suplai uang sama dengan meningkatkan suplai aset lainnya yakni menurunkan biaya uang.
Biaya uang yang lebih rendah berarti suku bunga lebih rendah dan bank dapat meminjamkan dengan persyaratan yang lebih mudah. Strategi ini digunakan ketika suku bunga mendekati nol, di mana bank sentral memiliki lebih sedikit alat untuk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Jika Quantitative Easing kehilangan efektivitas, kebijakan fiskal (pengeluaran pemerintah) dapat digunakan untuk lebih memperluas pasokan uang. Akibatnya, Quantitative Easing bahkan dapat mengaburkan batas antara kebijakan moneter dan fiskal, jika aset yang dibeli terdiri dari obligasi pemerintah jangka panjang yang dikeluarkan untuk membiayai pengeluaran defisit kontra-siklus.
Quantitative Easing di Indonesia
Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia (BI) akan melanjutkan pelonggaran likuiditas atau quantitative easing (QE) untuk membantu pemulihan ekonomi Indonesia yang terdampak pandemi virus corona atau Covid-19, baik di sektor UMKM maupun dunia usaha.
Untuk memitigasi dampak dari virus corona ini, BI telah melakukan QE melalui injeksi likuiditas hampir Rp300 triliun. Injeksi likuiditas yang dilakukan bank sentral melalui tiga intervensi (triple interventions), yakni intervensi di pasar spot, intervensi Domestic Non-Delivery Forward (DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) yang dilepas asing di pasar sekunder.
BI akan terus mengintensifkan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah agar stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga dan kondusif bagi perekonomian nasional. Lalu, BI juga sudah mengeluarkan kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga acuan ke posisi 4,5%.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: