Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apa yang Akan Terjadi Jika Industri Sawit Indonesia Di-Lockdown?

Apa yang Akan Terjadi Jika Industri Sawit Indonesia Di-Lockdown? Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Industri minyak sawit memiliki peran penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan dan nonpangan masyarakat Indonesia dan global. Tidak hanya diolah dan dimanfaatkan menjadi minyak goreng, campuran bahan pangan, kosmetik, produk kebersihan seperti sabun hingga bahan bakar, baru-baru ini limbah kelapa sawit juga dapat diolah menjadi disinfektan dan antiseptik. Inovasi ini membuka peluang besar terhadap pemenuhan kebutuhan disinfektan dan hand sanitizer yang dibutuhkan masyarakat sebagai upaya preventif infeksi Covid-19 di Indonesia.

Menyadari peran penting industri perkebunan kelapa sawit tersebut, Ketua Umum Gapki, Joko Supriyono, meminta agar kegiatan operasional perkebunan dan pengolahan kelapa sawit di daerah-daerah tidak dihentikan dan tidak mengalami hambatan. Pasalnya, ada laporan dari anggota Gapki bahwa sempat muncul isu penghentian sementara operasional dan kegiatan logistik termasuk sawit di beberapa daerah.

Baca Juga: Kelapa Sawit: Tudingan Kerusakan Hutan Tidak Beralasan!

"Beberapa waktu lalu, di beberapa daerah muncul isu setop angkutan transportasi TBS dan CPO. Ada kekhawatiran, pemerintah daerah akan mengikuti Jakarta sebagai rujukan pembatasan sosial. Saya telah menginstruksikan pengurus Gapki di daerah untuk mengawal isu tersebut selama pandemi corona," tegas Joko.

Joko juga menambahkan, pemerintah pusat maupun daerah harus memahami bahwa kelapa sawit bersifat strategis. Produk turunan sawit menjadi bahan baku utama kebutuhan pangan seperti minyak goreng dan produk makanan lainnya. Tidak hanya itu, kandungan gliserin dalam minyak sawit sangat dibutuhkan dalam pembuatan sabun dan hand sanitizer yang saat ini mengalami lonjakan permintaan.

Ditambah lagi, industri sawit juga ditugaskan untuk memasok biodiesel sebagai bahan bakar transportasi. Oleh karena itu, jika operasionalisasi kebun dan PKS dihentikan, supply dan distribusi produk berbahan kelapa sawit juga akan terganggu.

Lebih lanjut, Joko mengatakan, "Kalau pabrik ditutup, petani menjadi sangat dirugikan. Dampaknya akan berimbas kepada perekonomian dan kondisi sosial wilayah setempat." Hal itu karena sebesar 42 persen dari luasan areal kelapa sawit di Indonesia dikuasai oleh rakyat.

Untuk mencegah meluasnya infeksi Covid-19, Joko menerangkan bahwa Gapki telah menerbitkan Protokol Kesehatan bagi perusahaan anggotanya. "Kami mengajak semua pengurus pusat, cabang, dan perkebunan kelapa sawit anggota Gapki untuk proaktif melakukan upaya pencegahan penularan melalui menghindari interaksi di keramaian/kerumunan dan upaya pencegahan lainnya seperti penggunaan masker dan wajib cuci tangan," ujar Joko.

Tidak hanya itu, Gapki juga telah menyosialisasikan protokol ini kepada 13 cabang di daerah yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Bengkulu, Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, dan Sulawesi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: