Anarki, anarkis atau anarkisme acap kali ditafsirkan sebagai kegiatan negatif oleh setiap pendengarnya. Hal ini disebabkan masyarakat, khususnya di Indonesia mengalami bias dalam menerjemahkan sejumlah kata tersebut. Penyebabnya antara lain minimnya referensi bacaan dari kacamata sejarah, pemikiran filsafat dan ilmu-ilmu sosial lainnya.
Pada gilirannya, anarki sering kali diterjemahkan menjadi aktivitas bernuansa destruktif, huru-hara, kekacauan, kerusuhan, pemberontakan dan chaos. Sementara itu anarkis mengacu pada pelaku yang disebut sebagai orang pembuat onar, perusuh, pengacau maupun pemberontak.
Kata anarkisme berasal dari bahasa Yunani "anarchos" atau "anarchein" yang artinya "tanpa penguasa" atau "tanpa pemerintahan".
Anarkisme pada dasarnya adalah teori politik yang berasumsi bahwa semua bentuk pemerintahan bukan sesuatu yang diinginkan dan diperlukan manusia. Lebih dari itu, manusia membutuhkan sebuah kelompok yang didasarkan pada kerja sama bersifat sukarela, baik antarindividu atau kelompok.
Dengan kata lain, gagasan tersebut menginginkan masyarakat yang bebas untuk berkumpul dan dengan tanpa adanya hierarki. Anarkisme melawan semua bentuk kontrol hierarkis. Sebab itu, anarkis bukan berpegang teguh pada "without order" tetapi lebih kepada "without leader".
Pendeknya, kaum anarkis memandang negara telah memonopoli hampir semua lini kekuasaan, seperti kekuasaan teritorial, yurisdiksi, kekayaan sumber daya sampai pemanfaatan sistem hukum positif yang eksistensinya kerap menyingkirkan semua bentuk hukum yang dianggap "negatif" seperti hukum adat dan banyak hukum lainnya.
Menyitir laman Indoprogres.com, anarkisme memiliki banyak varian. Ada anarko-komunisme, anarko-sindikalisme, anarko-feminisme, anarkisme individualisme, anarkisme hijau, anarko-primitifisme dan lainnya.
Jika disimak contoh di atas, dari kacamata ideologi, anarkisme mengambil berbagai bentuk dari aliran kiri hingga kanan. Tititk konflik anarkisme terletak di titik antara negara dan masyarakat, dengan masing-masing pendekatan dasarnya.
Gerakan Anarkisme di Indonesia
Perlu diketahui, gagasan anarkisme sudah lahir bahkan sebelum naskah proklamasi dibacakan. Sekira tahun 1923, Soekarno menulis tentang anarkisme dan dimuat dalam Harian Pikiran Ra'jat. Meski begitu, belum jelas kapan tepatnya gerakan anarkisme muncul di Indonesia.
Jika menarik lebih ke belakang, gagasan anarkisme sempat diperkenalkan oleh orang-orang Belanda beraliran sosial demokrat atau sosialis. Saat itu, Edward Douwes Dekker dengan nama samaran 'Multatuli' (1820-1887) mengkritik sistem kolonialisme di Hindia Belanda lewat sejumlah tulisannya.
Karya tulis Multatuli yang menyerang pemerintah kolonial telah menggugah opini publik, pada awal abad ke-20. Ia mengangkat kebrutalan kolonialisme Hindia Belanda. Teks bacaan miliknya memberi pengaruh signifikan pada pekerja anarkis dan sindikalis di Belanda.
Pada saat proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, tidak ada tanda-tanda adanya gerakan anarkis dalam bentuk apapun di negara ini. Elit politik negara baru menggunakan label “anarkisme” untuk mengutuk lawan-lawan mereka. Setelah tahun 1945, para pekerja mulai secara spontan merebut rel kereta api, perusahaan industri dan perkebunan, membangun kontrol atas mereka, dan pihak berwenang setempat menjuluki gerakan ini "anarko-sindikalisme".
Abdulmajid, yang menjadi pemimpin mahasiswa Indonesia setelah keberangkatan Hatta, dan kaum sosialis lainnya “membawa” ungkapan anarko-sindikalis dari Belanda. Seperti pada bulan Februari 1946, Wakil Presiden Hatta secara terbuka menyerang “sindikalisme,” berbicara pada sebuah konferensi ekonomi di Yogyakarta bahwa perusahaan-perusahaan tersebut telah melewati kontrol negara.
Presiden Soekarno, pada gilirannya, mengkhawatirkan kecenderungan “anarko-sindikalis” di Partai Buruh Indonesia yang diciptakan oleh serikat pekerja. Akan tetapi tuduhan ini tidak ada kaitannya dengan gerakan anarkis atau anarko-sindikalis yang sesungguhnya.
Gerakan anarkisme diperkirakan muncul kembali ke permukaan sekitar tahun 1990-an. Masa pemerintahan Soeharto atau sering disebut Masa Orde Baru rupanya punya andil besar di balik kemunculan kaum anarkis. Pada saat itu, kaum anarkis identik dengan kelompok Punk.
Sekira tahun 1993-1994, mengutip dari laman Anarkis.org, punk Indonesia muncul dengan mengedepankan aktivitas anti-kediktatoran dan anti-fasis. Mereka membangun hubungan dengan gerakan sosial dan gerakan buruh.
"Pada waktu itu anarki identik dengan punk, dan beberapa orang di komunitas itu mulai menaruh perhatian lebih pada ideologi dan nilai anarkis. Sejak saat itu, wacana anarkis mulai berkembang di antara individu dan kolektif di komunitas punk/hardcore, dan kemudian berada dalam kelompok aktivis, pelajar, pekerja yang lebih luas..."
Dialog dan diskusi diawali dengan mengangkat pertanyaan, "bagaimana menciptakan kelompok dan organisasi secara non-hierarkis dan terdesentralisasi?"
Pertama, majalah-majalah kecil mulai diterbitkan, yang isinya membahas masalah gerakan-gerakan sosial; terkait feminisme, nilai anarkis, anti-kapitalisme, perlawamam sosial, anti-globalisasi, ekologi dan lain-lain.
Akses ke Internet juga turut memfasilitasi penyebaran anarkisme. Masalah serius waktu itu adalah kurangnya literatur anarkis dalam bahasa Indonesia, lalu pamflet-pamflet kecil tentang Mikhail Bakunin, E. Goldman, R. Rocker telah diterjemahkan dan diterbitkan.
Partisipasi kaum anarkis muda Indonesia dalam gerakan sosial dimulai dengan membagikan makanan kepada yang membutuhkan (Food not Bomb), mendukung demonstrasi dan melakukan kerja-kerja anti-fasis.
Jadi, pada Agustus-September 1999, para aktivis Front Anti-Fasis Bandung mendukung perjuangan para pekerja yang mogok dari pabrik Rimba Aristama, mengadakan aksi solidaritas dan demonstrasi. Pada bulan Desember 1999, perwakilan kelompok anti-fasis pemuda radikal dari seluruh Indonesia mengadakan pertemuan pertama “Jaringan Anti-fasis Nusantara” di Yogyakarta, yang memiliki orientasi gerakan anarkis.
Mempertahankan Eksistensi Gerakan
Gerakan anarkisme di Indonesia muncul dengan beberapa gejala. Salah satunya ditandai dengan terbentuknya affiniti (kelompok kolektif kecil) di sejumlah wilayah di Indonesia, antara lain Jakarta, Bandung, Yogyakarta hingga Makassar, Manado dan medan.
Kelompok anarkis menyelenggarakan beberapa aksi maupun kongres, saat kondisi kelompok tersebut belum begitu stabil. Di Jakarta misalnya, Komite Aksi Rakyat Tertindas dan Anti-Fasis-Rasis Action bekerja menyebarkan informasi tentang anarkisme dan teori-teorinya, sekitar akhir 1990-an dan awal 2000-an. Sementara di Kota Bandung, kolektif konter-kultur aktif melakukan aksi langsung "dalam kehidupan sehari-hari. Pada 2001 di Jawa Barat, sekelompok anarkis memproklamirkan gagasan membentuk sebuah "anarko-platformis" dan gerakan anarko-sindikalis.
Pasang-surut masalah mewarnai perjalanan kelompok-kelompok anarkis di Indonesia. Banyak kelompok yang kolaps karena umur dan pemahaman soal ide anarkisme masih seumur jagung. Perbedaan cara pandang dan karakter anarkis tiap individu dalam kelompok juga memengaruhi usia kelompok-kelompok tersebut.
Pada tanggal 1 Mei 2007, kelompok-kelompok seperti Affinitas (Yogyakarta), Jaringan Otonomis (Jakarta), Apokalips (Bandung), Jaringan Otonomi Kota (Salatiga), aktivis individu dari Bali dan Semarang, juga beberapa orang dari band punk Jakarta melakukan koordinasi. Penyatuan ini untuk memulai gerakan tertentu yang disebut dengan “Jaringan Anti-Otoritarian”. Aksi May Day tahun 2007 mengumpulkan lebih dari 100 orang dan menandai kemunculan anarkisme di dalam pandangan publik.
Setelah itu, kelompok-kelompok baru muncul di berbagai kota, dan anarkisme mengambil bagian aktif dalam demonstrasi sosial, tindakan melawan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir, dll.
Perkembangan Isu Aksi Anarko pada 18 April
Di tengah pandemi corona, isu kemunculan gerakan anarko Indonesia kembali membuat telinga sebagian orang gatal. Sebab baru-baru ini, polisi berhasil mengungkap hubungan tindakan vandalisme dan kelompok anarko di Indonesia. Dilansir CNN, Sabtu (11/4/2020), polisi menyebut kelompok anarko sedang menyusun skenario penjarahan besar-besaran di Pulau jawa.
"Mereka berencana melakukan aksi besar, aksi vandalisme di Pulau Jawa pada 18 April 2020. Tujuannya menciptakan keresahan dan memanfaatkan masyarakat untuk melakukan keonaran hingga penjarahan," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana dalam konferensi pers belum lama ini.
Kabar besar itu diketahui oleh polisi dari pemeriksaan telepon genggap milik salah seorang anggota kelompok anarko yang ditahan usai melakukan aksi vandalisme di Tangerang, Kamis (9/4/2020) lalu.
Nana membeberkan motif pelaku vandalisme di Tangerang, yakni ketidakpuasan terhadap pemerintah. Para pelaku memiliki latar belakang yang berada, namun didominasi oleh pemuda yang mempunyai pandangan sendiri terhadap pemerintah. Beberapa di antaranya berstatus pelajar SMA, mahasiswa, bahkan pengangguran.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: