Perlindungan Data Jadi Peringkat Pertama Isu Keamanan di Bisnis Asia Tenggara
Setelah organisasi dan bisnis menyaksikan besarnya pelanggaran data yang terjadi selama beberapa tahun terakhir, perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara telah menandai perlindungan data sebagai prioritas utama dalam hal tantangan terkait dengan keamanan TI. Temuan ini dan beberapa hal lain diungkapkan oleh Survei Risiko Keamanan TI Perusahaan Global Kaspersky.
"Sangat menggembirakan melihat bahwa perusahaan lokal mulai memprioritaskan keamanan TI mereka. Faktanya, penelitian kami menunjukkan, rata-rata, bisnis di wilayah Asia Tenggara saat ini menghabiskan US$14,4 juta untuk membangun kemampuan keamanan siber mereka," kata Yeo Siang Tiong, General Manager for Asia Tenggara di Kaspersky dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/4/2020).
Baca Juga: Kaspersky: Zoom Terlalu Rentan untuk Level Pemerintahan
Lanjutnya, 84% dari para profesional yang disurvei juga mengonfirmasi rencana untuk meningkatkan anggaran pada area ini dalam tiga tahun ke depan. Ini menjadi hal sangat penting, menurut Yeo Siang Tiong, mengingat saat ini manusia berada pada era di mana jaringan menjadi lebih maju dan kompleks berkat teknologi terobosan seperti Internet of Things, 5G, dan adopsi Industri 4.0 yang begitu cepat.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan hampir 300 pengambil keputusan bisnis TI di Asia Tenggara tahun lalu, perusahaan paling banyak menaruh kecemasan pada serangan yang ditargetkan dan kehilangan data (34%), diikuti oleh kebocoran data elektronik dari sistem internal (31%).
Sebanyak 22% responden survei lainnya mengungkapkan kegelisahan terhadap kemungkinan pengawasan atau spionase oleh pesaing. Selain itu, dua dari sepuluh perusahaan di wilayah tersebut juga mengaku bahwa mereka khawatir dalam mengidentifikasi dan memperbaiki kerentanan pada sistem TI yang digunakan.
Insiden yang memengaruhi infrastruktur TI yang diselenggarakan oleh pihak ketiga dan kesalahan penggunaan sumber daya TI oleh karyawan, kedua indikator ini menjadi keprihatinan kritis bagi 18% perusahaan di kawasan ini.
Masalah dan isu keamanan siber lainnya yang juga penting menurut para responden adalah menjaga hubungan dengan mitra dan pelanggan di era digitalisasi dan memastikan kepatuhan staf terhadap kebijakan keamanan dan persyaratan peraturan. Masalah keamanan terkait dengan adopsi infrastruktur cloud dan biaya untuk mengamankan lingkungan teknologi yang makin kompleks juga dianggap sebagai batu sandungan bagi beberapa bisnis.
Hampir lima dari sepuluh responden menyebutkan meningkatnya kompleksitas infrastruktur TI sebagai faktor untuk meningkatkan anggaran yang diharapkan. Perusahaan yang disurvei juga mencatat bahwa kenaikan tersebut bertujuan untuk meningkatkan keahlian keamanan spesialis (46%) dan disebabkan oleh ekspansi atau kegiatan bisnis baru (39%).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: