Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Diterjang Covid-19, Saham BUMN dan Properti Tak Prospektif

Diterjang Covid-19, Saham BUMN dan Properti Tak Prospektif Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Saham-saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selama ini hampir selalu jadi primadona dalam industri pasar modal nasional. Saat melakukan Penawaran Umum Perdana Saham (Initial Public Offering/IPO) saja misalnya, saham-saham BUMN hampir pasti laris-manis diserbu investor.

Hal ini tak lepas dari kepemilikan sahamnya yang dikusai oleh negara sehingga meski sektor industrinya sedang terpuruk, BUMN diyakini tidak akan gulung tikar lantaran pemerintah sebagai pemegang saham pengendali dianggap pasti bakal berusaha sekuat tenaga agar usahanya terus dapat berjalan. Dengan begitu, nasib investor secara keseluruhan bakal ikut terjaga.

Baca Juga: Di Tengah Corona, Startup Pembayaran Digital Ini Gelar IPO, Segini Jumlah Saham yang Dilepas

Namun dengan terjadinya pandemi Covid-19 ini, sepertinya tips untuk nyender di saham BUMN menjadi kurang manjur, bahkan direkomendasikan untuk dihindari sementara waktu. Hal ini disinyalir terjadi lantaran pada saat pandemi, saham-saham BUMN sudah merosot begitu dalam sehingga sulit untuk diharapkan kembali memimpin penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke depan.

"Sebelum ini, pelemahan (saham) BUMN sudah terlalu dalam sehingga jadi sentimen negatif. Secara rata-rata, kapitalisasi saham BUMN saat ini sudah turun 37,8 persen, sedangkan saham emiten non-emiten justru masih lebih baik dengan penurunan kapitalisasi rata-rata 25,4 persen," ujar Kepala Riset Praus Capital, Alfred Nainggolan, dalam diskusi virtual dengan kalangan wartawan, Minggu (26/4/2020).

Kondisi ini, menurut Alfred, berbeda dengan momen-momen krisis yang pernah terjadi di Indonesia selama ini, di mana BUMN hampir selalu lebih kuat untuk bertahan dan menjadi pengatrol IHSG untuk kembali ke level semula. Pada krisis 2009 lalu, misalnya, hanya butuh waktu sekitar 10 bulan saja bagi saham-saham BUMN untuk kembali ke titik semula pasca melemah oleh krisis.

Untuk kondisi saat ini, Alfred menilai butuh waktu lebih lama bagi BUMN untuk kembali melenggang di zona hijau. Tak hanya saham BUMN, saham-saham sektor properti diperkirakan juga bernasib sama, yaitu tersungkur dalam di zona merah.

"Misal dengan karyawan yang sudah mulai terbiasa dengan work from home (WFH), perusahaan-perusahaan pasti sedikit banyak menyesuaikan sehingga demand perkantoran jadi melemah. Harga sewa jadi tidak prospektif lagi sehingga bukan tidak mungkin pasca Covid-19 ini bakal banyak gedung perkantoran dijual. Ini jadi PR dari saham properti sehingga berpotensi sulit naik," ujar Chief Economist Bank CIMB Niaga, Adrian Panggabean, dalam kesempatan yang sama.

Karenanya, dalam kondisi yang serba tak menentu seperti saat ini, baik Alfred maupun Adrian sepakat bahwa masyarakat khususnya kalangan investor lebih melakukan diversifikasi portofolio sebanyak mungkin. Hal ini untuk mengantisipasi potensi penurunan di jenis-jenis portofolio tertentu di kemudian hari. Tak hanya itu, ketersediaa dana cash juga dianggap cukup penting untuk disiapkan dalam kondisi saat ini.

"Dalam situasi krisis seperti saat ini, rumusnya bukan lagi soal (portfofolio) liquid atau tidak liquid. Bukan soal cash atau noncash. Semuanya dibutuhkan dalam kacamata diversifikasi portofolio agar meminimalisasi risiko pelemahan dalam beberapa waktu ke depan," tegas Adrian.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: