Selain itu, indeks manufaktur yang menurun juga disebabkan oleh pergerakan nilai tukar rupiah yang melemah. "Variabel penjualan dan input manufaktur kita 74% impor dan dengan tambahan tekanan kurs maka beban input meningkat. Akibatnya, output menurun signifikan," tambahnya.
Namun demikian, Agus optimistis kegiatan industri akan segera normal bila Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dicabut nanti. "Industri manufaktur kita akan bergairah lagi, seperti PMI yang 51,9 di Februari lalu," tegasnya.
Sebelumnya Kepala Ekonom IHS Markit, Bernard Aw menyatakan turunnya PMI Indonesia pada April 2020 merupakan dampak dari penutupan pabrik dan merosotnya permintaan.
Ia mengatakan tidak hanya Indonesia, namun mayoritas seluruh perusahaan manufaktur Asean mengalami penurunan. Hal ini tampak dari PMI yang tercatat 30,7 pada April atau lebih rendah dari bulan sebelumnya 43,4.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti