- Home
- /
- EkBis
- /
- Agribisnis
Gulat Manurung: Mari Ulangi Prestasi Sawit Sebagai Penyelamat Ekonomi Nasional!
Meskipun permintaan minyak sawit di pasar global menurun, kondisi industri dan perkebunan kelapa sawit Indonesia masih beroperasi normal. Hal tersebut karena minyak sawit merupakan bahan baku untuk berbagai jenis produk yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Manurung, mengatakan bahwa dari catatan Apkasindo, 70 persen produksi CPO Indonesia diekspor dan 30 persen untuk kebutuhan dalam negeri. Namun, lanjutnya, dengan kondisi wabah Covid-19 ini, kebutuhan dalam negeri makin meningkat.
Baca Juga: Bukan Impulsif, Industri Sawit Tetap Produktif dan Kondusif
"Kebutuhan dalam negeri makin meningkat karena CPO ini adalah bahan baku hampir semua sabun dan material disinfektan lainnya. Ini belum termasuk kebutuhan obat-obatan tertentu yang menggunakan CPO sebagai bahan baku dasar, termasuk minyak goreng dan ratusan produk turunan dari CPO ini," terang Gulat Manurung.
Lebih lanjut, Gulat meminta tiga provinsi penghasil CPO terbesar di Indonesia, yaitu Riau, Sumatera Utara, dan Kalimantan Barat harus menjadi perhatian serius pemerintah untuk memastikan roda industri sawit tetap berjalan. Saat ini, sangat banyak isu beredar bahwa pabrik sawit akan tutup karena Covid-19.
Isu tersebut sengaja dimainkan untuk menimbulkan kepanikan. Selain itu, pemain isu ini sudah melihat dan mempelajari bahwa industri sawit saat krisis moneter 1998 merupakan penyelamat ekonomi nasional. Oleh karena itu, berbagai cara dibuat supaya terjadi chaos di sektor industri sawit yang berujung hilangnya sumber devisa negara.
"Secara nasional, ada sekitar 18,2 juta manusia yang menggantungkan hidupnya secara langsung pada tanaman ini. Belum lagi ring 2, 3, dan 4 yang bersentuhan dengan aktivitas kelapa sawit ini. Dari luasan 16,3 juta hektare, sekitar 42 persen lahan tersebut dikelola oleh petani. Bisalah kita bayangkan berapa TBS petani yang akan busuk jika produksi rerata per hektare mereka dalam sebulan antara 800 kilogram hingga 1.100 kilogram," terang Gulat.
Gulat mengakui bahwa harga CPO saat ini mengalami tren positif meskipun negara importir CPO menerapkan kebijakan lockdown. Tidak hanya itu, kebijakan lockdown yang diambil Malaysia sebagai negara kedua terbesar penghasil CPO mengakibatkan dunia akan sangat tergantung terhadap CPO Indonesia dan secara bersamaan meningkatnya kebutuhan dalam negeri.
Gulat menambahkan, berdasarkan hasil analisis ditemukan ada tren dari negara pengimpor CPO yang melakukan penimbunan sebagai upaya antisipasi apabila Indonesia mengambil opsi lockdown. "Dengan tidak lockdown-nya Indonesia, kami sangat berharap pabrik sawit memakai momen ini untuk meningkatkan kinerja ekspor karena CPO yang diekspor akan menghasilkan devisa bagi negara yang saat ini sangat membutuhkan dana segar untuk menanggulangi Covid-19 ini," ujar Gulat.
Gulat mendukung agar pabrik kelapa sawit tetap beroperasi dengan syarat wajib menerapkan protokol kesehatan sebagaimana arahan pemerintah. "Saat Krisis Moneter tahun 1998, sejarah mencatat bahwa industri sawit salah satu penyelamat ekonomi nasional. Mari kita ulangi prestasi sawit sebagai penyelamat ekonomi nasional di saat wabah Covid-19 melanda dunia," ungkap Gulat.
Gulat menambahkan, "Oleh karena itu, sepanjang Indonesia tidak lockdown, tidak ada alasan pabrik sawit tutup. Semua pihak yang terkait dengan industri sawit harus melakukan komunikasi secara intens dengan pemerintah dan berkoordinasi dengan aparat kemanan. Jangan sampai rantai pasok TBS ke PKS dan pengiriman CPO terganggu akibat isu tidak bertanggung jawab," tegas Gulat yang juga Kandidat Doktor Ilmu Lingkungan ini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum