Puji Syukur... 3,88 Juta Debitur Perbankan Dapat Restrukturisasi Kredit
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan sebanyak 3,88 juta debitur perbankan telah memanfaatkan kebijakan restrukturisasi kredit bagi debitur terdampak Covid-19.
Sebagaimana diketahui, OJK memberikan relaksasi pengaturan penilaian kualitas aset kredit atau pembiayaan yang direstrukturisasi langsung digolongkan 'lancar' di perbankan dan lembaga pembiayaan dengan jangka waktu maksimum satu tahun bagi debitur yang terdampak Covid-19.
"Dapat kami sampaikan progres kebijakan restrukturisasi untuk industri perbankan hingga 10 Mei 2020 terdapat 88 bank yang telah merealisasikan kebijakan restrukturisasi, dengan 3,88 juta debitur dengan nilai Rp336,97 triliun," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso di Jakarta, Senin (11/5/2020).
Baca Juga: BPK Ungkit Kinerja Pengawasan, Bos OJK Angkat Bicara
Dia menjelaskan, sebagian besar restrukturisasi kredit ini merupakan kredit UMKM sebesar Rp167,1 triliun dari 3,42 juta debitur. Sedangkan untuk perusahaan pembiayaan, hingga 8 Mei 2020, jumlah kontrak restrukturisasi yang disetujui sebanyak 1.328.096 dengan nilai Rp43,18 triliun.
"Sementara 743.785 kontrak sedang dalam proses," sambung Wimboh.
Wimboh menuturkan, dalam merespons pelemahan aktivitas ekonomi di masa Covid-19 ini, untuk melengkapi bauran kebijakan fiskal dan moneter, OJK telah mengeluarkan serangkaian kebijakan yang bersifat pre-emptive.
Fokus kebijakan OJK, pertama yakni meredam volatilitas di pasar keuangan melalui berbagai kebijakan dalam menjaga kepercayaan investor dan stabilisasi pasar.
"Lalu, memberi nafas bagi sektor riil dan informal untuk dapat bertahan di masa pandemi Covid-19 melalui relaksasi restrukturisasi kredit atau pembiayaan," ungkapnya.
Ketiga, yakni memberikan relaksasi bagi industri jasa keuangan agar tidak membentuk tambahan cadangan kerugian kredit macet akibat dampak Covid-19 yang dapat menekan permodalan melalui relaksasi penetapan kualitas kredit atau pembiayaan satu pilar dan relaksasi restrukturisasi.
Keempat, memberikan ruang likuiditas yang memadai untuk menopang kebutuhan likuiditas dalam mengantisipasi penarikan oleh deposan dan menjalankan kebijakan pemerintah dalam memberikan stimulus bagi sektor riil melalui penyiapan penyangga likuiditas bersama pemerintah dan Bank Indonesia.
Terakhir, resolusi pengawasan yang lebih efektif dan cepat, di antaranya melalui cease and desist order dan supervisory actions or resolutions lainnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: