Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mungkinkah Umat Manusia Berhenti Jabat Tangan Jika Pandemi Corona Usai?

Mungkinkah Umat Manusia Berhenti Jabat Tangan Jika Pandemi Corona Usai? Perawat Teresa Malijon memakai pakaian pelindung menunggu pasien di lokasi tes drive through untuk penyakit virus korona (COVID-19) di sebuah tempat parkir di University of Washington's Northwest Outpatient Medical Center di Seattle, Washington, Amerika Serikat, Selasa (17/3/2020). | Kredit Foto: Reuters/Brian Snyder
Warta Ekonomi, Jakarta -

Jabat tangan mungkin salah satu kebiasaan manusia yang sulit untuk ditinggalkan sesudah pandemi ini. Namun ada alternatif untuk itu, menurut tulisan James Jeffrey berikut ini.

Jabat tangan bisa jadi dilakukan saat berpisah oleh dua orang yang tak akan berjumpa lagi, tapi bisa juga penanda kesepakatan bisnis miliaran dolar dua orang pebisnis raksasa.

Banyak kisah tentang asal-usulnya. Jabat tangan bisa jadi bermula di Yunani Kuno sebagai penanda perdamaian dua orang, yang memperlihatkan tak ada senjata di tangan mereka.

Kelompok Kristen Quaker dianggap memopulerkan jabat tangan karena ini dipandang lebih egaliter daripada membungkuk.

Cristine Legare, profesor psikologi di University of Texas at Austin, Amerika Serikat, menyatakan jabat tangan merupakan “sikap tubuh yang memperlihatkan keterhubungan antar manusia”.

Dengan sejarah ribuan tahun, mungkin terlalu sulit jabat tangan itu dihentikan begitu saja.

Dorongan biologis

“Kini kita banyak yang memakai salam dengan siku sebagai alternatif. Ini memperlihatkan betapa pentingnya sentuhan. Kita tak ingin kehilangan sentuhan fisik,” kata Prof Legare.

Dorongan biologis untuk menyentuh dan disentuh juga ditemukan pada hewan. Tahun 1960, psikolog Amerika Harry Harlow memperlihatkan ini pada monyet rhesus.

Contoh lain juga ada pada simpanse yang biasanya saling menyentuh telapak tangan, berpelukan dan terkadang berciuman sebagai bentuk salam.

Jerapah menggunakan leher mereka untuk “necking” di mana jerapah jantan melibatkan leher satu sama lain.

Berbagai bentuk salam antarmanusia yang ada di dunia, ada yang memang dipakai untuk menghindar dari sentuhan yang bisa menularkan penyakit.

Banyak budaya yang menangkupkan tangan, diiringi tubuh yang membungkuk seperti misalnya salam Namaste dalam agama Hindu.

Shaka sign

Di Samoa ada “menaikkan alis” sembari tersenyum lebar kepada orang yang kita beri salam.

Di beberapa negara Arab, tangan di atas dada merupakan bentuk salam hormat.

Ada juga salam shaka dari Hawaii yang dipopulerkan oleh para peselancar Amerika, dilakukan dengan cara menekuk tiga jari tengah degan jempol dan kelingking teracung.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: