DPRD Jawa Barat mengaku prihatin dan kecewa dengan buruknya program bantuan sosial penyaluran sembako yang digulirkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat bagi masyarakat yang terkena dampak Covid-19.
Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat, Abdul Hadi Wijaya mengatakan pihaknya banyak menemukan keluhanan yang datang dari masyarakat terkait dengan penyaluran bantuan tersebut seperti diketahui salah satu keluhan masyarakat terkait dengan komoditi telur untuk bantuan sembako dari Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil yang ditemukan dalam kondisi membusuk sebelum bantuan tersebut disalurkan.
"Sekarang ini mulai muncul keluhan-keluhan dari masyarakat terkait kualitas bantuan sosial dari Pemprov Jabar," katanya kepada wartawan di Bandung, Rabu (13/5/2020).
Baca Juga: Tok! PSBB di Jabar Tidak Akan Diperpanjang
Baca Juga: Pengakuan Terbaru Jokowi Soal Bansos Belum 100 Persen, Gak Taunya Karena...
Menanggapi kejadian tersebut, sebagai anggota DPRD Jabar, pihaknya mengusulkan program tersebut dihentikan dari non tunai.
Abdul Hadi menilai, hal tersebut sangat penting karena selama ini banyak persoalan kualitas buruk pada program bantuan sosial (Bansos) program sembako yang dikucurkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat bagi masyarakat yang terkena dampak Covid-19.
Dia berharap sebaiknya program tersebut dihentikan dan dialihkan dari Bantuan Non Tunai (BNT) menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT). Terlebih dalam program bansos non tunai pertama yang menjadi persoalan adalah susahnya pendistribusian yang harus sampai ke pelosok.
"Ini justru dalam pengiriman lambat akan berdampak terhadap pengiriman yang tidak tepat sasaran," ujarnya.
Tidak hanya itu saja lanjutnya, persoalan yang terjadi dilapangan, seperti halnya pada kasus telur busuk di Garut tentunya itu sangat memprihatinkan.
"Ini sangat tidak baik jika memang isu ini yang terangkat," ujarnya.
Justru sebaliknya jika bansos ini dilakukan secara tunai, maka yang akan makmur itu adalah warung-warung yang ada disekitar penerima. "Bayangkan di satu kampung dan satu desa ada 50 orang yang menerima sebesar Rp 500 ribu. Maka omzet yang beredar dikampung tersebut bisa mencapai Rp25 Juta dalam satu bulan," ujarnya.
Jika memang benar pemerintah provinsi ingin mensejahterakan rakyatnya, Ia meminta segera dilakukan evaluasi terkait pemberian bansos secara non tunai dan dialihkan ke bantuan langsung tunai.
"BLT akan mengurangi resiko yang sangat besar. Bulan depan bansos non tunai harus bisa dialihkan ke bantuan langsung tunai. Ini yang harus dilakukan gubernur," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil