Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine Kosijungan, mengatakan bahwa pemerintah perlu fokus untuk memperbaiki konsumsi masyarakat sebagai salah satu upaya untuk memulihkan perekonomian nasional. Guna memulihkan ekonomi nasional yang terkena dampak pandemi, perbaikan dari segi konsumsi menjadi perhatian utama pemerintah untuk segera dicarikan jalan keluarnya.
Menurutnya, konsumsi memainkan peranan penting dalam perekonomian. Dengan adanya konsumsi yang meningkat, akan mendorong terjadinya produksi dan distribusi di ragam sektor sehingga berdampak menggerakkan roda-roda perekonomian.
Baca Juga: Nasib Ekonomi Nasional Ada di Tangan Bank Sentral
"Sebaliknya, jika konsumsi lesu, baik produksi maupun distribusi barang/jasa pun akan terimbas. Selain itu, berdasarkan kelompok pengeluaran, konsumsi rumah tangga pasalnya masih menjadi penopang pertumbuhan ekonomi," paparnya di Jakarta, Kamis (4/6/2020).
Untuk kuartal pertama tahun ini, data dari BPS mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,97% y-o-y dengan kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 1,56%. Angka ini turun tajam jika dibandingkan dengan kondisi di kuartal pertama tahun 2019 silam yang mencapai 5,02% y-o-y.
Skenario kebijakan New Normal tampak menjadi strategi utama pemerintah untuk menggeliatkan kembali kegiatan ekonomi. Hal ini karena dengan adanya pemberlakuan penyesuaian terhadap kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dapat mulai mendorong aktivitas ekonomi dan sosial secara perlahan, diiringi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Pingkan menjelaskan, melemahnya konsumsi masyarakat dapat terlihat dari rendahnya inflasi. Dari sudut pandang perekonomian, pandemi Covid-19 dan momentum harga minyak dunia yang anjlok mengubah pola inflasi selama bulan Ramadan hingga memasuki Lebaran tahun ini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi bulan Mei 2020 merupakan inflasi terendah sejak 1978 jika dibandingkan dengan bulan-bulan Ramadan dan Lebaran di tahun-tahun sebelumnya.
"Padahal dalam kondisi normal, inflasi cenderung tinggi setiap kali menjelang Lebaran karena adanya peningkatan permintaan dan produksi di hampir semua sektor, terutama makanan dan minuman, pakaian dan alas kaki, serta transportasi," ungkapnya.
Namun, lanjut Pingkan, yang terjadi tahun ini berbeda. Dari 90 kota yang dipantau BPS, sebanyak 67 kota mengalami inflasi dan 23 kota mengalami deflasi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Puri Mei Setyaningrum