Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Astaga, Banyak Laporan Soal Muslim Uighur Diadili Pakai Dakwaan Abal-Abal

Astaga, Banyak Laporan Soal Muslim Uighur Diadili Pakai Dakwaan Abal-Abal Kredit Foto: Reuters
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kamp-kamp itu disebut China sebagai "kamp reedukasi” bagi para "pelaku kejahatan” di Provinsi Xinjiang, yang mayoritas penduduknya berasal dari etnis Uighur dan beragama Islam.

Tetapi status para penghuni kamp adalah tahanan. Walaupun mereka mengatakan, mereka ditangkap tanpa tahu alasannya. Baru setelah beberapa lama, kadang setelah berbulan-bulan, berada dalam tahanan mereka diberi daftar tindakan pelanggaran hukum, kemudian dipaksa memilih salah satu dari lebih 70 jenis kejahatan yang tertera dalam daftar itu.

Baca Juga: UU HAM Uighur Akhirnya Disahkan, Sanksi buat China di Depan Mata

DW berbicara dengan empat mantan tahanan, dua pria dan dua wanita dari Xinjiang. Keempat tahanan menghabiskan waktu berbulan-bulan di kamp tahanan pada tahun 2017 dan 2018. DW mewawancarai mereka secara terpisah.

Dipaksa memilih jenis pelanggaran hukum dari daftar

Keempat orang itu menceritakan, setelah ditahan mereka mendapat selembar kertas yang merinci lebih dari 70 pelanggaran hukum dan dipaksa memilih salah satunya. Misalnya ada pelanggaran hukum melakukan perjalanan tanpa izin atau menghubungi orang di luar negeri.

Kebanyakan tahanan memilih tindakan keagamaan yang didaftarkan sebagai pelanggaran hukum, seperti berdoa di depan umum atau mengenakan jilbab, kata mereka.

Setelah menjalani "hukuman" dan dibebaskan, keempat orang itu memilih untuk pindah ke Kazakhstan. Ada spekulasi bahwa hal ini adalah bentuk upaya diplomatik di belakang layar antara China dan Kazakhstan. Karena pemerintah China memang membebaskan para tahanan yang memiliki paspor dan izin tinggal resmi atau anggota keluarga yang tinggal di Kazakhstan.

Namun bagi mereka yang tidak memiliki hubungan ke luar negeri, hampir mustahil untuk melepaskan diri dari penindasan dan pengawasan otoritas China.

DW tidak dapat memverifikasi secara independen kebenaran cerita keempat tahanan, tetapi cerita mereka saling menguatkan dalam aspek-aspek penting.

Pelatihan dan bimbingan di balik terali besi

Seorang tahanan mengatakan, dia sedang dirawat di rumah sakit tahanan karena menderita TBC, ketika dia diberi daftar pelanggaran hukum dan disuruh memilih salah satu.

Dia sendiri tidak terlalu bisa berbicara dan membaca bahasa Mandarin, jadi harus ada narapidana lain yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Uighur.

Tahanan lain mengatakan mereka mendapat daftar itu dari"guru pembimbing” melalui jeruji besi di ruang kelas kamp reedukasi. Di sana, para guru dan "peserta bimbingan" memang dipisahkan oleh terali besi, dan kelas-kelas dijaga petugas bersenjata yang juga memakai senjata bius.

"Mereka mengancam: jika kamu tidak memilih apa-apa, itu berarti kamu tidak mengakui kejahatanmu. Jika kamu tidak mengaku, kamu akan tinggal di sini selamanya. Itu sebabnya kami memilih satu kejahatan," kata seorang perempuan yang ditahan Maret 2018 kepada DW.

Tahanan lain mengatakan, ada juga yang lega setelah mendapat daftar itu: "Setidaknya kami jadi tahu periode waktu yang akan kami habiskan di kamp. Sebelumnya, tidak ada yang memberi tahu kami berapa lama kami akan ditahan." Para tahanan memang diberitahu bahwa mereka bisa bebas lebih cepat, jika mereka "bekerja sama".

Tindakan berani

Para tahanan menceritakan, pernah ada seorang pria yang menolak menandatangani surat pengakuan pelanggaran hukum, dan bersikeras dia tidak bersalah. Selama tiga hari, para pejabat –bahkan beberapa petinggi- memarahinya tanpa henti, dan terus memaksanya menandatangani pengakuan. Tapi dia tetap menolak.

Setelah berbulan-bulan ditahan, tiba-tiba dia dibebaskan dari tahanan dan dikenakan tahanan rumah. Dia adalah satu-satunya orang yang berani menentang dan dibebaskan, sementara semua tahanan lainnya tetap berada di kamp.

Ini adalah satu-satunya kasus yang diketahui DW, di mana seorang tahanan berani melawan tekanan itu. Kemudian diketahui, pria itu memang punya izin tinggal sah Kazakhstan, dan mungkin karena itu dia akhirnya terhindar dari persidangan abal-abal.

Semua tahanan yang berbicara kepada DW mengatakan, bahwa daftar yang disodorkan kepada mereka untuk dipilih dan ditandatangani memuat lebih dari 70 bentuk tindakan pelanggaran hukum.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: