Dia juga tidak membaca secara lengkap tentang fungsi delegasi dari UU Perbankkan yang mengatur perihal bank badan hukum koperasi itu diatur sepenuhnya melalui UU Perkoperasian.
Suroto mengungkapkan, sebagai pejabat Kemenkop-UKM, seharusnya dia memikirkan secara serius mengenai bagaimana koperasi dapat menjadi bank atau setidaknya memiliki bank. Bukan justru melemparkannya menjàdi usaha kerdil dan terlempar dari lintas bisnis modern.
Menurutnya, koperasi di luar negeri, regulasi perbankan dan bank sentralnya merekognisi bank koperasi sehingga pintu likuiditasnya terbuka ke bank sentral tanpa harus merusak prinsip koperasi yang dimiliki oleh anggotanya. Seperti Koperasi Bank Populaire di Perancis dan Koperasi Bank Desjardin, Canada yang justru jadi Bank of The Year di dua negara tersebut.
"Paling fatal, Agus Santosa sebagai pejabat publik juga tidak paham spirit UU Perkoperasian yang kalau dibaca rohnya secara keseluruhan perintahnya adalah untuk memberdayakan masyarakat melalui koperasi. Bukan menekan perkembangan koperasi," tambahnya.
Akhir-akhir ini Suroto menilai kebijakan Kemenkop-UKM telah menjauh dari upaya pemberdayaan koperasi, padahal membangun perusahaan koperasi justru harus didorong untuk banyak diberikan insentif kebijakan agar mampu menjadi counterviling masifnya perbankkan kapitalis yang sudah menekan potensi pasar koperasi di sektor keuangan mikro.
"Jadi, menurut kami sebaiknya Saudara Agus Santosa dan Kemenkop-UKM meminta maaf kepada gerakan koperasi yang sudah bersusah payah membangun masyarakat dan jadikan sebagai infrastruktur sosial penting bagi pembangunan," tutur Suroto.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti