Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Cloud Adjacency Jadi Pendorong Transformasi Digital

Cloud Adjacency Jadi Pendorong Transformasi Digital Kredit Foto: Oracle
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dewasa ini perkembangan data tumbuh pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Faktanya, 90% dari data dunia saat ini berkembang pesat dan dalam dua tahun terakhir hasilnya sangat mengejutkan.

Dengan perkembangan tersebut, data menjadi "minyak baru" dan perbatasan berikutnya untuk inovasi. Makin lama, organisasi bergantung pada data dan pada saat bersamaan mereka mulai memahami pentingnya pemanfaatan data, bagaimana data membantu mereka bekerja secara berbeda, menciptakan model bisnis yang berbeda dan bersiap untuk menjadi bagian dari revolusi industri keempat.

Baca Juga: Platform Multi-Cloud Penuhi Kebutuhan Diversifikasi dalam Keamanan Data

Demikian diungkapkan oleh Han Chung Heng, Senior Vice President System Oracle JAPAC dan EMEA, dalam tulisannya berjudul "Cloud Adjacency: Keandalan dari Cloud On-Premises dan Elastisitas sebagai Pendorong Tranformasi Digital". Namun demikian, menurutnya, mungkin sulit bagi perusahaan untuk mengakses semua data yang mereka miliki dan mengumpulkannya.

Biasanya, kebanyakan perusahaan menerapkan data secara terpisah, pada on-premise dan juga pada cloud yang berbeda. Sebuah penelitian Forrester baru-baru ini menunjukkan bahwa 73% organisasi mengoperasikan strategi data yang berbeda-beda dan kebanyakan memiliki data silos dan 64% masih menghadapi tantangan menjalankan infrastruktur multi-hybrid. Tidak heran, 70% organisasi menganggap perlunya menyederhanakan proses mereka sebagai prioritas bisnis yang tinggi atau kritis.

Ketika organisasi berusaha untuk mencegah penggunaan sistem data silo ini dan menyederhanakan bisnis, mereka sering beralih ke public cloud untuk mendukung bisnis mereka. Public Cloud hadir dengan berbagai manfaat termasuk ketangkasan yang dapat ditingkatkan, kecepatan untuk menjawab permintaan pasar, inovasi yang lebih cepat, skalabilitas yang elastis, optimalisasi biaya, peningkatan produktivitas, dan pengambilan keputusan yang didorong oleh data.

Namun, cloud masih dalam masa-masa pertumbuhan awal khususnya di Indonesia. Analis memperkirakan bahwa penetrasi cloud saat ini masih kurang dari 20% dan sebagian besar digunakan untuk pekerjaan kantor yang sifatnya tidak kritis. Hal ini terjadi misalnya karena tidak ada dua organisasi yang memiliki kebutuhan infrastruktur yang sama sehingga teknologi yang sifatnya sangat umum atau memiliki kesamaan teknologi yang sama menjadi tidak cocok. Namun, telah disepakati bahwa pengunaan teknologi yang tepat sangatlah penting untuk kinerja yang sifatnya kritikal misalnya seperti penyimpanan data.

Oleh karena itu, banyak CIO bermimpi memiliki standarisasi infrastruktur dan terpadu walaupun berasal dari satu atau dua vendor. Namun pada kenyataannya, infrastruktur perusahaan sering kali memiliki elemen yang berbeda dari aplikasi utama yang diperlukan, termasuk data yang mereka jalankan akan terbagi antara public clouds, teknologi lama yang tersimpan di dalam gedung, dan private clouds. Menurut survei Gartner baru-baru ini, 81% pengguna public clouds menggunakan beberapa penyedia servis cloud dan menjalankan strategi hybrid atau multi-cloud atau campuran keduanya.

Sementara, perbedaan Hybrid Cloud dan Multi Cloud sendiri, Hybrid Cloud makin hari makin banyak dikenal oleh banyak perusahaan. Hybrid Cloud adalah kombinasi dari Private Cloud dan Public Cloud. Saat beroperasi secara independen, kedua teknologi akan saling berkomunikasi melalui koneksi yag terenkripsi baik melalui internet atau melalui tautan khusus pribadi.

Satunya, Multi-cloud, di sisi lain merupakan 100% public cloud, di mana infrastruktur tersebar di antara penyedia cloud yang berbeda atau di dalam wilayah di cloud yang sama. Keuntungan utama yang didapat dari multi-cloud adalah organisasi dan pengembang aplikasi dapat memilih komponen dari berbagai vendor dan menggunakan apa yang terbaik untuk mereka untuk tujuan yang dimaksudkan.

"Tidak heran Gartner memperkirakan bahwa pada tahun 2021, 75% dari organisasi menengah dan besar akan mengadopsi strategi multi-cloud," tulis Han Chung Heng.

Untuk organisasi yang  menggunakan data sebagai aset utama, pemilihan teknologi yang tepat untuk mendukung bisnis menjadi sangat kritikal. Ini berpotensi memungkinkan mereka untuk memindahkan data perusahaan lebih dekat ke layanan cloud utama, seperti komputasi kinerja tinggi dan layanan baru yang memungkinkan mereka untuk mengakses teknologi yang muncul seperti kecerdasan buatan (AI), pembelajaran mesin (ML), dan analitik canggih sehingga mereka dapat membangun model bisnis baru.

Jadi, menurut Han Chung Heng, yang perusahaan butuhkan saat ini untuk membangun model bisnis baru adalah sebuah modul yang menawarkan elastisitas cloud dengan kekuatan pemrosesan TI di tempat. Model baru, menyediakan "Cloud Adjacent Architecture", di mana dapat membantu memberikan solusi bagi mereka yang belum mau atau dapat mempertimbangkan untuk menggunakan public cloud.

Sebagai hasilnya, ini menempatkan data mereka pada perangkat keras yang telah siap mengadaptasi cloud yang dekat dengan public cloud di seluruh pertukaran pusat data yang saling terhubung secara global. Ini kemudian memungkinkan perusahaan untuk melakukan interkoneksi dengan aman ke cloud serta mitra bisnis lainnya dan dapat juga langsung menurunkan biaya latensi dan jaringan.

Selain itu, solusi Cloud Adjacent ini dapat memberikan arsitektur yang konsisten dalam arti perusahaan tidak perlu mengubah apapun. Yang terbaik dari semuanya, pelanggan dapat memilih siapa yang mengelola data, apakah itu akan dikelola sendiri, mitra bisnis, atau integrator sistem. Cloud Adjacent memberikan fleksibilitas total dan memungkinkan pelanggan untuk mempertahankan kendali atas data mereka.

"Fleksibilitas tambahan untuk arsitektur multi-cloud ini akan mendukung transformasi digital dan kami berharap dapat dipakai di berbagai lini usaha dan tipe customer," jelas Han Chung Heng.

Sebagai contoh, dengan menjamurnya sensor, kamera, dan jenis teknologi lainnya, infrastruktur perkotaan berubah dari sekadar fisik menjadi mencakup data dan teknologi. Konvergensi dunia digital dan fisik memberikan inisiatif unik untuk kota-kota pintar dengan peluang unik untuk memahami lebih baik dinamika lokasi secara real-time dan kemudian menggunakan wawasan untuk memberikan nilai kembali kepada penduduk dan bisnis melalui penyediaan baru atau layanan yang lebih baik, seringkali disampaikan oleh suatu aplikasi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: