Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

PKS Apresiasi Respons Publik yang Kritis Terhadap RUU HIP

Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, mengapresiasi respons publik, fraksi-fraksi DPR, kalangan purnawirawan TNI, bahkan pemerintah yang sangat hati-hati dan cermat atas usul inisiatif Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang belum lama ini diputuskan menjadi RUU Usul Inisiatif DPR. Ini membuktikan tanggung jawab bersama menjaga Pancasila.

"Kami di PKS berbesar hati, mendukung penuh dan mengapresiasi respons masyarakat dan kalangan ormas, seperti NU, Muhammadiyah, hingga MUI yang memberi respons kritis dan konstruktif atau RUU HIP yang sejalan dengan sikap dan pandangan politik Fraksi PKS," ungkap Jazuli, Minggu (14/6/2020).

Baca Juga: Pembahasan RUU HIP Belum Mulai, Tunggu Surpres dari Jokowi

Bahkan, pemerintah melalui pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD juga menekankan jika saatnya tiba terlibat dalam pembahasan, pemerintah akan mengusulkan TAP MPRS XXV/1966 untuk dimasukkan serta tidak setuju rumusan pasal tentang Pancasila diperas menjadi trisila dan ekasila.

"Ini pertanda upaya mengokohkan Pancasila dan menjaga nilai-nilainya agar tetap murni dan konsekuen menjadi perhatian, kepedulian, dan tanggung jawab kita bersama. Dengan begitu, ketika ada arah yang salah, kita kritisi dan benarkan secara bersama-sama," tandas Jazuli.

Jazuli mengatakan, Fraksi PKS sejak awal tegas meminta dicantumkannya TAP MPRS XXV/1966 tentang pelarangan PKI serta ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme. Bahkan, ketika draf RUU akhirnya tidak juga mencantumkan TAP MPRS tersebut, Fraksi PKS menjadi satu-satunya Fraksi yang menyampaikan penolakan secara resmi dalam pandangan Fraksi.

Fraksi PKS lanjut Jazuli, juga meminta dengan tegas agar penjabaran Pancasila dalam draf RUU benar-benar merujuk dan tidak menyimpangi sejarah dan original intent-nya yang benar. Menurutnya, Pancasila yang akhirnya disepakati sebagai platform bersama dan titik temu kebangsaan Indonesia adalah yang terdiri dari lima sila.

"Maka, RUU HIP harus memcerminkan keseluruhan silanya yang lima. Jangan direduksi lagi menjadi apakah trisila atau ekasila. Jika hal itu dilakukan akan set back, Pancasila akan tereduksi pada tafsir sepihak bahkan tafsir tunggal oleh kelompok tertentu yang kontraproduktif dalam upaya mengokohkan Pancasila itu sendiri," tegasnya.

Akibat upaya reduksi Pancasila menjadi trisila atau ekasila, lanjutnya, kita bisa kehilangan makna utuh ketarkaitan sila-sila Pancasila yang lima, yang merupakan final kesepakatan sebagai dasar negara Indonesia. Anggota Komisi I DPR ini memberi contoh, rakyat bisa bias bahkan bisa salah paham terkait sejarah dan original intent sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa kenapa ditempatkan pertama, karena ialah sila utama, bintang penerang, yang menjiwai dan menyinari sila-sila lainnya.

"Jika kita baca RUU HIP pemaknaan dan penempatan sila pertama tidak proporsional bahkan sangat minimalis, padahal posisi dan kedudukannya merujuk risalah tentang Pancasila sangat penting dan utama," terangnya.

Atas dasar kerangka pikir dan pemahaman di atas, Fraksi PKS secara tegas meminta jika RUU HIP dilanjutkan pembahasannya, harus mengakomodasi aspirasi berikut:

1. Memasukkan TAP MPRS XXV/MPRS/1966 sebagai konsideran yang menjiwai RUU untuk menegaskan bahwa Pancasila tegas menolak seluruh ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme yang memang ajarannya bertentangan dengan Pancasila. PKI sendiri terbukti telah merongrong kewibawaan Pancasila dan berkhianat pada republik;

2. Menolak Pancasila diperas menjadi trisila dan ekasila. Ketentuan tersebut dalam draf RUU HIP harus dihapus karena dapat mereduksi makna Pancasila yang utuh dengan lima silanya;

3. Ketuhanan Yang Maha Esa harus tegas ditempatkan sebagai sila utama yang melandasi, menjiwai, dan menyinari sila-sila lainnya. Hal itu harus tercermin secara maksimal dalam materi muatan draf RUU HIP, bersama penjabaran sila-sila lainnya.

"Jika usulan Fraksi PKS yang juga menjadi aspirasi luas masyarakat tersebut tidak diakomodasi, lebih baik draf RUU HIP ditarik kembali atau dibatalkan," pungkas Jazuli.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: