Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mahfud Curhat Omongannya Sering Dipotong dan Digoreng

Mahfud Curhat Omongannya Sering Dipotong dan Digoreng Kredit Foto: Antara/Rosa Panggabean
Warta Ekonomi -

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD curhat terkait banyaknya konten gorengan yang dilakukan oleh sejumlah pihak dan kelompok yang kontra dengan pemerintah saat ini.

Mahfud mengatakan mereka selalu memakai potongan-potongan narasi yang pernah disampaikannya dalam berbagai kesempatan. Ia mencontohkan narasi tentang seorang pejabat negara wajib mundur ketika sudah tidak dipercaya lagi oleh rakyat. 

Bahkan, sampai saat ini apa yang disampaikannya itu masih berlaku kepada siapapun. Namun narasi itu tidak berdiri sendiri, melainkan ada penjelasannya yakni tentang syarat.

"Ukuran kepercayaan pejabat di mata publik itu ada syaratnya. Kalau dia masih dipercaya melalui proses pemilu berarti dia masih dipercaya rakyat," kata Mahfud MD saat Halal bihalal bersama Sahabat Mahfud Nasional dan MMD Initiative melalui Zoom Meeting, Minggu (21/6/2020).

Baca Juga: Begini Jawaban Mahfud MD Soal Tuntutan Ringan Penyiram Air Keras ke Novel Baswedan

Mahfud menjelaskan, ucapan-ucapannya terdahulu memiliki konteks yang harus dilihat. Ini perlu agar dapat memahami makna ucapannya secara utuh. Terkait pejabat negara, saat itu ia memberikan  komentar terhadap seorang Ketua DPD yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun tidak kunjung mengundurkan diri.

"Itu pidato saya di tahun 2016. Ada Ketua DPD ditangkap KPK, tapi dia tidak mau mundur. Harusnya kan mundur dong karena telah menciderai citra DPD. Itu konteksnya," terang Mahfud.

Ketika seseorang pejabat negara atau pejabat publik sudah ditangkap tangan oleh KPK, diindikasi melakukan tindak pidana korupsi atau suap maka legitimasi terhadap jabatan publik yang disandangnya luntur. Dalam konteks ini, pejabat publik tersebut sudah seharusnya mengundurkan diri.

"Kalau sudah ditangkap tangan, dia tidak punya lagi legitimasi moral untuk dipertahankan," jelasnya.

Konteks yang disampaikan Mahfud MD ini juga tertuang di dalam TAP MPR Nomor 6 Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Di mana, di dalam klausul kedua tentang etika politik dan pemerintahan menjelaskan tentang hal itu. 

Selain tentang pejabat yang tidak dipercaya publik, Mahfud juga meluruskan pernyataannya tentang siapapun yang masuk ke dalam sistem pemerintahan, bahkan malaikat pun bisa menjadi iblis.

Kalimat ini pun diakui Mahfud pernah disampaikannya di tahun 2012. Konteksnya, saat itu adalah kritikan tentang Undang-Undang Pemerintahan Daerah, dan kala itu ia menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

"Siapapun yang masuk ke sistem di Indonesia, malaikat pun bisa menjadi iblis, yang tidak koruptor bisa jadi koruptor. Itu tahun 2012, ketika kita ubah UU Pemerintahan Daerah dan saya saat itu Ketua MK," terang dia.

Saat itu, MK yang dipimpinnya telah membatalkan 72 kursi hasil pemilu karena kecurangan di tingkat pusat serta 60 kursi di tingkat daerah. Bahkan praktik politik kotor itu melibatkan semua parpol sehingga kecurangannya dianggap sangat sistematik.

Mahfud juga meluruskan tentang pernyataannya bahwa kecurangan politik yang disebutkannya itu didominasi dengan motif politik uang. Karena jabatan politik lebih banyak disetir oleh cukong yang cenderung berorientasi keuntungan finansial. Statmen ini dipelintir oleh sebagian kelompok dan dijadikan hoaks untuk mendelegitimasi pemerintahan saat ini.

"Sekarang, banyak dipotong-potong dan disebut seolah pemerintahan sekarang iblis. Itu hoaks. Jadi jangan terprovokasi berita-berita hoaks dan narasi potongan dan gorengan," pungkas Mahfud.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: