Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

China Punya Banyak Musuh: Bisa Dikeroyok AS, Jepang, dan India

China Punya Banyak Musuh: Bisa Dikeroyok AS, Jepang, dan India Kredit Foto: Reuters/Rupak De Chowdhuri
Warta Ekonomi -

China seolah menjadi musuh bersama tiga negara yaitu India, Amerika Serikat (AS), dan Jepang. Akibat gaya berpolitik yang konfrontatif.

Konflik perbatasan antara China dan India masih panas. Potensi konfrontasi lain mencuat antara China dengan Jepang. Kekhawatiran meningkat, setelah pekan lalu penjaga pantai Jepang mengumumkan kapal China berada di perairan dekat Kepulauan Senkaku/Diaoyu selama 65 hari hingga Rabu (17/6/2020) lalu, seperti dilansir Japan Times Times.

Baca Juga: India Naik Pitam: Jika 20 Tentara Kami Dihabisi, China Mesti Bayar Dua Kali Lipat!

Menanggapi kehadiran China di Senkaku/Diaoyu, Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga menegaskan kembali Kepulauan Senkaku berada di bawah kendali Jepang.

"Tidak diragukan lagi wilayah kami secara historis dan hukum internasional. Sangat serius bahwa kegiatan ini berlanjut. Kami akan menanggapi pihak China dengan tegas dan tenang," kata Suga.

Dalam sebuah pernyataan Jumat (19/6/2020), Kementerian Luar Negeri China menanggapi pernyataan Jepang dari perspektif sebaliknya. "Pulau Diaoyu dan pulau-pulau afiliasinya adalah bagian yang melekat dari wilayah China dan itu adalah hak kami untuk melakukan patroli dan kegiatan penegakan hukum di perairan ini."

Kepulauan Diaoyu/Senkaku tak berpenghuni berjarak 1.900 kilometer barat daya Tokyo. Terakhir mereka bersitegang soal ini pada 2012. Baik Jepang maupun China mengklaim pulau-pulau itu tetapi Jepang telah mengelola pulau itu sejak tahun 1972 silam.

Pemicu Sengketa

Dilansir CNBC, surat kabar Global Times yang dikelola pemerintah China memuat laporan yang berjudul: Konservatif Jepang mengganggu pemulihan hubungan China-Jepang dengan menyulut sengketa Kepulauan Diaoyu, mengkritik upaya prefektur Okinawa Jepang untuk mengubah administrasi kepulauan tersebut.

Global Times menyebut hal itu dapat membahayakan hubungan Jepang-China. Sementara Asahi Shinbun Jepang memberitakan, Dewan Kota Ishigaki ingin memisahkan pulau-pulau dari bagian-bagian pulau Ishigaki yang padat untuk merampingkan praktik administrasi. Namun dalam resolusi Dewan Kota Ishigaki menegaskan pulau-pulau adalah bagian dari wilayah Jepang.

"Mengubah penunjukan administrasi pada saat ini hanya dapat membuat perselisihan lebih rumit dan membawa lebih banyak risiko krisis," kata Li Haidong, profesor di Institut Hubungan Internasional Universitas Hubungan Luar Negeri China kepada Global Times.

Sengketa pulau-pulau itu tidak jauh berbeda dengan sengketa perbatasan di ketinggian Himalaya. Selama puluhan tahun ketegangan di perbatasan yang tidak jelas antara China dan India, akhirnya memakan korban.

Berdarah di Lembah Galwan

Bentrokan tentara kedua negara menewaskan 20 tentara India pada Senin malam (16/6/2020) di Lembah Galwan. Menurut pemerintah India, ini adalah bentrokan paling mematikan di perbatasan India-China dalam lebih dari lima dekade.

AS menyampaikan belasungkawa kepada India pada Jumat (19/6/2020) atas kematian para tentara India. "Kami menyampaikan bela sungkawa terdalam kepada rakyat India atas nyawa yang hilang sebagai akibat dari konfrontasi baru-baru ini dengan China," kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam sebuah pesan yang diunggah di Twitter.

"Kami akan mengingat keluarga para prajurit, orang-orang yang terkasih, dan para kerabat saat mereka bersedih."

India mengatakan pihak China juga menderita korban, tetapi Pemerintah China belum mengungkapkan jumlah korban di pihak mereka.

Bentrokan itu merupakan puncak dari ketegangan kedua negara di kawasan Lembah Galwan, Himalaya. Bagi India kawasan sengketa ini masuk di kawasan Ladakh sedangkan bagi China kawasan itu disebut Aksai Chin, Xinjiang.

Dalam dua dekade terakhir, India telah membangun hubungan politik dan pertahanan yang lebih dekat dengan AS. Apalagi Negeri Paman Sam itu telah menjadi salah satu pemasok senjata utama India.

Mantan Menteri Luar Negeri India, Nirupama Rao yang juga terkenal sebagai mantan diplomat top mengatakan akibat konfrontasi ini, India mesti punya hubungan yang lebih erat dengan AS dan sekutunya seperti Jepang untuk membantu menghadapi kekuatan ekonomi dan militer China.

"Ini adalah kesempatan bagi India untuk menyelaraskan kepentingannya dengan lebih kuat dan tegas dengan AS sebagai mitra strategis utama dan menanamkan lebih banyak energi ke dalam hubungan dengan Jepang, Australia, dan ASEAN," tulis Rao dalam surat kabar The Hindu.

Hingga saat ini, ketegangan China-India tetap tinggi meskipun kedua pemerintah sepakat akan berusaha mengurangi konfrontasi.

Sehari setelah pemakaman beberapa tentara di kota asalnya, seruan publik India semakin meningkat untuk membalas dendam dan memboikot barang-barang buatan China. Bahkan warga India, sebagaimana ditulis The New York Times, turun ke jalan menyerukan aksi protes meminta pemboikotan China. Massa menghancurkan televisi buatan China di jalan dan menginjak-injak foto Presiden China Xi Jinping.

"Kita harus melukai China dengan seribu luka. Kita perlu memukul mereka di tempat yang paling menyakitkan, dan itu, ekonomi," kata  warga bernama Ranjit Singh seraya menyerukan boikot produk China.

Sejak bentrokan militer China-India, para pejabat militer telah mengadakan pembicaraan tetapi tidak ada tanda-tanda terobosan. "Situasinya tetap seperti semula, tidak ada pelepasan (tentara), tetapi juga tidak ada penumpukan pasukan lebih lanjut," kata sumber dari pemerintah India yang mengetahui situasi di lapangan.

"Kami tidak ingin berperang dengan Tiongkok, tetapi kami sepenuhnya siap untuk menghadapi segala kemungkinan yang timbul dari konflik baru-baru ini di Garis Kontrol Aktual (LAC)," kata Kepala Angkatan Udara India Marsekal RKS Bhadauria Sabtu (20/6/2020).

Pejabat itu mengatakan setidaknya 76 tentara India terluka selama bentrokan itu, dan telah dirawat di rumah sakit. "Tidak ada yang kritis sampai sekarang," katanya.

Dengan adanya konflik berdarah di Galwan, Perdana Menteri India Narendra Modi menghadapi salah satu tantangan terbesar kebijakan luar negeri yang paling sulit sejak ia berkuasa pada 2014.

Sementara itu, hubungan China dengan AS juga masih panas. Terkait perang dagang. Terkait Covid-19. Selain itu, Pemerintah AS juga dikabarkan sudah mengirim kapal induk mereka untuk berpatroli di Laut China Selatan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: