Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Forum GIPA: Pandemi Covid-19 Akan Ubah Tatanan Global Lebih Cepat

Forum GIPA: Pandemi Covid-19 Akan Ubah Tatanan Global Lebih Cepat Kredit Foto: GIPA
Warta Ekonomi, Jakarta -

Selain pandemi Covid-19, volatilitas di pasar keuangan negara-negara berkembang (Emerging) banyak dipengaruhi oleh situasi geopolitik global yang kini bergejolak. Demikian mengemuka dalam forum virtual Global Connect Series yang digelar Global Indonesia Professionals' Association (GIPA) menggandeng Mobius Capital Partners dan Kementerian Luar Negeri RI, akhir pekan kemarin. Forum ini didukung oleh AmCham, BritCham, EuroCham Indonesia, Ekonid, ICCC, dan KoCham.

GIPA, yang merupakan asosiasi untuk profesional dan eksekutif di mancanegara, mengulas topik ini bersama dengan investor legendaris kelas dunia, Dr. Mark Mobius yang merupakan Founder dari Mobius Capital Partners dan sempat menjadi Executive Chairman untuk Templeton Emerging Markets Group.

Baca Juga: Ekonomi RI Diproyeksi Minus, Luhut: Lebih Baik dari Negara Emerging Market Lain

Mark yang dijuluki sebagai "Godfather of Emerging Markets" oleh Reuters dan telah berhasil mengelola aset dari ASD100 miliar hingga ASD50 miliar selama 30 tahun sejak terjangnya di dunia investasi di lebih dari 70 negara berkembang.

Wakil Menteri Luar Negeri RI, Mahendra Siregar, saat membuka forum ini memaparkan, perekonomian Indonesia cukup resilien dan diprediksikan untuk tidak masuk dalam resesi pada tahun ini.

"Kami mengajak Mark dan investor global untuk menanamkan modal di Indonesia yang menjanjikan yield yang lebih tinggi dan potensi besar sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia," ujar Mahendra.

Wamenlu Mahendra Siregar juga memberikan update tentang ketanggapan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan domestik untuk memproduksi masker hingga dua jenis ventilator dalam waktu tiga bulan secara end-to-end. "Bahkan, Indonesia sekarang mulai mengekspor alat-alat medis yang berstandar internasional ini ke luar negeri," tambah Mahendra yang sempat menjabat sebagai Dubes Indonesia untuk AS.

Senada dengan Mahendra, Mark berpendapat bahwa Indonesia telah menunjukkan kekuatan yang dimiliki mengubah krisis dari Covid-19 menjadi sebuah peluang untuk melakukan perubahan dan melangkah maju. Mark memaparkan bahwa pandemi Covid-19 ini akan mempercepat laju perubahan tatanan global, yang sebenarnya sudah dimulai jauh sebelum pandemi ini.

Tiga hal yang spesifik: (1) tatanan global akan melihat lebih banyak "Balkanisasi" yang terjadi dengan melemahnya perjanjian-perjanjian multilateral; (2) Diversifikasi dari rantai pasokan global atas upaya berbagai perusahaan untuk mengalihkan produksi dari China ke negara-negara dengan labour cost yang rendah seperti di Asia tenggara; (3) Arus teknologi yang tak terbendung mampu membuat dunia makin global tanpa batas ruang dan waktu.

"Perubahan yang begitu cepat ini tidak akan mengakhiri tren globalisasi, malah sebaliknya," tambah Mark yang mendapatkan gelar PhD di bidang ekonomi dari MIT pada tahun 1964.

Steven Marcelino, Chairman GIPA selaku moderator dalam forum ini mengungkapkan, seluruh perekonomian di G20 akan masuk resesi tahun ini menurut prediksi the Economist Intelligence Unit, kecuali China dan Indonesia saja dengan pertumbuhan kecil di angka positif antara 0.5%-1.0%.

Saat ditanya oleh Steven yang juga merupakan ASEAN Capital Market Lead di Accenture London Office tentang prediksi akan krisis keuangan di masa depan, Mark berpendapat bahwa "Black Swan" ini akan berasal dari teknologi di mana akan terjadi serangan terhadap infrastruktur pasar keuangan. Mark optimis bahwa pemulihan ekonomi akan berbentuk V (V-Shaped). Meskipun terdapat volatilitas lebih tinggi, pasar berkembang sudah bangkit kembali, bahkan telah melebihi Pasar di AS atau di Eropa.

"Minat investor global sendiri terhadap Indonesia saat ini dianalogikan seperti di abad 16-an di mana berbagai ekspedisi berburu 'The Spice Islands' karena kekayaan rempah Indonesia yang cukup langka di saat ratusan tahun silam," sambungnya.

Sebagai informasi, forum ini dihadiri oleh lebih dari 500 profesional serta eksekutif dari 110 kota yang tersebar di 30 lebih negara, juga terdapat sekitar 2.400 mengamati tayangannya 3 jam pasca acara.

"GIPA sebelumnya pernah menggandeng World Economic Forum, Bloomberg, Kemenkeu, dan berbagai mitra strategis lain dalam membawa perspektif dari pemimpin dunia untuk kita di luar negeri maupun di Tanah Air," kata Hilmi Kartasasmita, Head of Indonesia GIPA yang selaku MC dalam forum ini.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: