Hagia Sophia di Turki Kembali Jadi Masjid, Terungkap Prosesnya
Harmonisasi agama
Bartolomeus I, pemimpin Patriark Ekumenis Konstantinopel, yang merupakan pemimpin spiritual dunia Kristen Ortodoks, sebelumnya mendesak Turki untuk mempertahankan fungsi Hagia Sophia sebagai museum. Bartolomeus I memperingatkan konversi warisan budaya itu jika dijadikan masjid "akan membuat jutaan umat Kristen di seluruh dunia menentang Islam."
Senada dengannya, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo, mendesak Turki untuk tetap menjadikan Hagia Sophia sebagai museum:
"Amerika Serikat melihat pengubahan status Hagia Sophia mereduksi nilai warisan bangunan yang luar biasa ini dan kemampuannya yang tak tertandingi, sangat langka di dunia modern, untuk melayani umat manusia sebagai jembatan yang sangat dibutuhkan antara mereka yang berbeda agama dan tradisi budaya."
Dibangun di bawah Kaisar Bizantium, Hagia Sophia adalah ‘kursi utama’ gereja Ortodoks Timur selama berabad-abad, di mana dulu para kaisar dimahkotai di tengah interior berhiaskan marmer dan mosaik. Hagia Sophia berarti "Kearifan Suci" dalam bahasa Yunani.
Empat menara ditambahkan ke bagian bangunan terakota dilengkapi dengan kubah saat bangunan itu berubah menjadi masjid kekaisaran menyusul penaklukan Utsmaniyah tahun 1453 di Konstantinopel yang sekarang dikenal sebagai Istanbul. Bangunan itu dibuka sebagai museum pada tahun 1935, setahun setelah keputusan Dewan Menteri Turki.
Dalam lebih dari 1.400 tahun keberadaannya, struktur kubah megah Hagia Sophia di Istanbul telah berfungsi sebagai katedral utama Kekaisaran Bizantium, sebuah masjid di bawah Kekaisaran Utsmaniyah dan museum di bawah pemerintahan Turki modern.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang kepempimpinannya berorientasi pada partai Islam sebelumnya telah berbicara tentang kemungkinan mengubah status Hagia Sophia menjadi masjid.
Para analis meyakini bahwa Erdogan --seorang populis yang hampir dua dekade menjabat sebagai presiden dan sering menyalahkan elite sekuler Turki untuk masalah negara-- memanfaatkan Hagia Sophia untuk mengkonsolidasikan massa konservatifnya dan mengalihkan perhatian masyarakat dari kesengsaraan ekonomi Turki.
"Perdebatannya bukan tentang bangunan," kata Soner Cagaptay, analis Turki untuk Washington Institute.
Ataturk mendirikan Hagia Sophia sebagai museum untuk menggarisbawahi visinya dalam mensekularisasi Turki. Dan hampir 100 tahun kemudian, Erdogan berusaha melakukan hal yang sebaliknya.
"(Erdogan) merasakan tekanan dukungan rakyat semakin menipis dan oleh karena itu ia ingin menggunakan masalah yang ia harap akan memobilisasi kembali kubu sayap kanan di sekitar topik nativis, populis, antielitis," kata Cagaptay, penulis buku "Kekaisaran Erdogan."
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: