Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Terus Dikibuli, Filipina Ambil Langkah Mengejutkan Lawan China

Terus Dikibuli, Filipina Ambil Langkah Mengejutkan Lawan China Kredit Foto: Reuters/Erick De Castro
Warta Ekonomi, Hong Kong -

Filipina memang sedang diambang kebimbangan dalam isu Laut China Selatan. Negara kepulauan itu awalnya begitu lekat dengan China lantaran kebijakan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

Saking eratnya, perjanjian pertahanan dengan sekutu lama, Amerika Serikat (AS) dilepas begitu saja. Namun, kini mereka berubah pikiran.

Baca Juga: LCS Memanas, China Buktikan Mampu Lumat Habis Militer Australia

Semua bermula dari pernyataan tegas lewat Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Junior pada Selasa (12/7/2020) lalu.

Dalam peringatan empat tahun hasil Mahkamah Internasional di Den Haag itu, ia mengimbau China patuhi semua keputusan arbitrase.

"Hasil ini tak bisa dinegosiasikan lagi," tegas Teodoro dalam pernyataan resmi.

Kini, Filipina semakin jauh bahkan digadang-gadang akan 'putar balik'. Pengamat pun mengatakan 'periode emas' Manila-Beijing telah berakhir.

Dikutip dari South China Morning Post, aktivitas militer China yang menguat di Laut China Selatan menjadi penyebab langkah 'mundur' Filipina.

Bukan hanya soal agresivitas Beijing, janji-janji negara komunis itu ternyata hanya terasa seperti angin lalu.

Manila diiming-imingi banyak investasi, namun tak semuanya benar-benar direalisasikan.

Publik Filipina semakin suram ketika melihat bagaimana China dinilai kurang bertanggung jawab pada penyebaran virus corona Covid-19.

Demi menyelamatkan bagian mereka di Laut China Selatan, Filipina pun buru-buru membangun dermaga di Pulau Thitu, Kepulauan Spratlys.

Dengan dermaga tersebut, Duterte bisa memperbaiki lapangan terbang kecil yang sempat ditunda oleh pendahulunya, Presiden Benigno Aquino III.

Keputusan Benigno diambil demi menunggu hasil Mahkamah Internasional terhadap sengketa Laut China Selatan.

Hasilnya, negara-negara Asia Tenggara lebih berhak daripada China dengan Nine Dash Line-nya.

Langkah terakhir dari Duterte ini menjadi 'putaran balik paling tajam' selama kepemimpinannya sejak empat tahun lalu.

Duterte berkali-kali menegaskan bahwa dirinya seorang sosialis tulen yang membenci AS sembari mengesampingkan banyak pencapaian dari pendahulunya.

Semua demi mendapatkan investasi China yang sedang 'diobral' kepada negara-negara berkembang.

Pria yang dikenal keras itu telah enam kali ke China untuk memastikan realisasi janji-janji untuk pembangunan Filipina.

Sayangnya, tak banyak yang akhirnya terbangun dan mendapat pujian publik. Kebanyakan masih terpampang di papan wacana saja.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: