Para operator bus mulai kesulitan bertahan di tengah COVID-19. Karena itu, mereka meminta pemerintah menyalurkan relaksasi tambahan hingga 6 bulan.
Terutama keringanan kredit pembayaran. Ketua Perkumpulan Transportasi Wisata Indonesia (PTWI) Yuli Sayuti mengatakan, relaksasi cicilan ini diharapkan bisa dilanjutkan sampai Maret 2021.
"Relaksasi cicilan enam bulan dimulai Maret hingga-September atau Oktober namun kami berharap tambahan enam bulan lagi," ujarnya dalam diskusi virtual Forum Wartawan Perhubungan (Forwahub) bertajuk Naik Bus Aman dan Nyaman, Jumat (14/8/2020) malam.
Baca Juga: Cara Cek Dapat Bantuan Rp600 Ribu untuk Karyawan, Mudah!
Baca Juga: Cara Umum Dapat Bantuan Rp2,4 Juta dari Pemerintah
Yuli mengaku khawatir kalau relaksasi ini disetop akan berdampak pada gulung tikarnya operator bus. Yuli memprediksi 50-75 persen usaha angkutan pariwisata akan kolaps.
Karena, walaupun ada keringanan dari Gugus Tugas Covid-19 yang memperbolehkan membawa 85 persen kapasitas angkut didalam bus tapi wisata masih sepi peminat.
Menurutnya, kondisi pandemi Covid-19 kedepan malah semakin tinggi korbannya dan ini berdampak pada semakin turunnya operasional bus wisata.
"Masalah utama kami adalah dari usaha angkutan wisata 1.200 pengusaha dengan belasan ribu kendaraan, 90 persen saat ini mati suri nggak bergerak," ungkapnya.
Bahkan, kata Yuli, pemutusan hubungan kerja (PHK) di bidang pariwisata akan segera menjadi ancaman besar. Hal itu karena akan terjadi penarikan bus akibat terkendala pembiayaan.
"Kami mohon pada pemerintah, perhatikan kami agar bisa hidup dan bukalah tempat pariwisata agar kami bisa bergerak lagi," ucapnya.
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan mengatakan, bus Antarkota Antarprovinsi (AKAP) pariwisata butuh dikampanyekan untuk kembali bergairah.
Kurnia merasa angkutan bus seperti dianaktirikan jika dibandingkan dengan angkutan lainnya seperti pesawat. "Kami juga butuh dikampanyekan bus aman dan nyaman di masa new normal. Justru urat nadi itu ada di jalan raya dimana angkutan bus menjadi darahnya," tegasnya.
Menurutnya, angkutan bus juga menerapkan protokol kesehatan yang ketat dalam operasinya. Tidak kalah dengan angkutan lain. Sayangnya dilapangan bus seringkali menerima tindakan diskriminatif.
Kurnia mencontohkan, penumpang bus AKAP jurusan Jakarta-Yogakarta sudah tiba di daerah Wates malah dilarang masuk dan diperiksa macam-macam. Padahal sebelumnya tidak ada periksa apapun.
Justru sebaliknya, banyak kendaraan pribadi bisa masuk kemana-mana tanpa ada pemeriksaan apapun. Ia juga menegaskan buat para penumpang yang ingin naik bus, berdasarkan peraturan tidak lagi dibutuhkan hasil rapid tes dan surat apapun untuk kembali naik bus.
"Pemerintah harus tegas. Jangan main petak umpet. Kalau ada kasus dibilang kewenangan daerahlah, Kemendagri bilang tidak, polisi sebagai penegak hukum harus bertindak tegas dan adil," ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Tanayastri Dini Isna
Tag Terkait: