Pelawak Qomar (60) akhirnya masuk tahanan. Mahkamah Agung (MA) memutuskan Qomar divonis 2 tahun. Keputusan ini menguatkan keputusan Pengadilan Tinggi (PT) sebelumnya.
Artinya pengajuan kasasi Qomar atas keputusan Pengadilan Tinggi ditolak MA. Keputusan MA ini lebih tinggi dari keputusan Pengadilan Negeri (PN) yang memvonis 1 tahun 5 bulan. Sebelumnya, jaksa menutut 3 tahun penjara.
Bagi Qomar sendiri keputusan MA merupakan keputusan pahit. Dia kalah di PN, PT, dan MA. Dengan keluarnya keputusan MA, Qomar langsung dieksekusi ke Lapas Brebes, Jawa Tengah.
Qomar dinyatakan bersalah karena telah membuat Surat Keterangan Lulus (SKL) palsu untuk gelar S2 (Magister) dan S3 (Doktor) untuk dirinya. Qomar memerlukan surat itu untuk memenuhi syarat menjadi rektor Universitas Muhadi Setyabudi (UMUS) Brebes.
Qomar adalah pelawak senior dengan nama grup Empat Sekawan. Ia sempat terjun ke dunia politik menjadi anggota DPR RI. Ia juga pernah ikut Pilkada Cirebon, namun belum tembus. Selain itu, ia juga pernah menjadi Rektor Universitas Muhadi Setyabudi (UMUS) Brebes selama 1 tahun.
Dengan menjadi rektor itulah, Qomar dilaporkan ke polisi karena dugaan menggunakan Surat Keterangan Lulus palsu. Akibatnya, Qomar ditahan. Peristiwa ini telah mencoreng dunia pendidikan. Sangat memalukan. Ini menampar para citivitas akademisi perguruan Tinggi. Kok, pelawak tersohor Qomar bisa lolos seleksi jadi rektor.
Baca Juga: Pelawak Qomar Resmi Dijebloskan ke Penjara Brebes
Apakah tidak ada seleksi latar belakang pendidikan Qomar? Verifikasi pendidikan adalah hal standar, kok bisa lolos? Ini terlihat lucu. Kok perguruan tinggi kecolongan dengan dunia mereka sendiri.
Pelawak menjadi rektor tidak ada yang melarang. Tapi kalau dunia pendidikan seperti perguruan tinggi menerima pelawak menjadi rektor terkesan lucu. Kecuali mau bikin universitas komedi. Bukan melecehkan profesi lawak. Luar biasa kalau ada pelawak menjadi rektor. Tapi tetap pelawaknya harus memantaskan diri sebagai akademisi sungguhan, bukan akademisi becandaan.
Begitu juga dengan perguruan tingginya harus memposisikan sebagai institusi intelektual. Bukan sekadar kumpulan orang yang menjual dunia pendidikan dengan branding pesohor, tapi dengan bukti kebesaran karya perguruan tinggi itu sendiri.
Jangan menjual nama besar Qomar di dunia lawak untuk jadi rektor, malah perguruan tingginya menjadi bahan bully-an di dunia media sosial. Jadi peritiwa ini, terlihat lucu dan memalukan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat