Kasus Penipuan Bos Money Changer Senilai Rp121 M Terlantar 6 Tahun, Korban Laporkan ke Kapolri hingga Presiden

Kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang melibatkan M, Y, dan K terhadap Paulus Amat Tantoso, pemilik PT Hosana Exchange, sebuah perusahaan money changer di Batam, Kepulauan Riau, telah berlangsung hampir enam tahun di Bareskrim Polri. Pihak pelapor berharap kasus ini dapat segera diselesaikan.
"Kami telah melaporkan kasus dugaan tindak pidana penipuan, penggelapan, dan pencucian uang tersebut sejak 3 Oktober 2019 di Bareskrim Mabes Polri dengan Nomor LP/B/0864/X/2019/Bareskrim," kata Dr. Wardaniman Larosa, kuasa hukum Paulus Tantoso, dalam keterangan persnya di Jakarta pada Jumat, 14 Maret 2025.
Tiga orang yang dilaporkan adalah mantan karyawan PT Hosana Exchange berinisial M, serta dua orang lainnya, Y dan K. M dan Y telah ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan K masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Kerugian yang dialami mencapai Rp121 miliar.
Sebelum melapor ke Mabes Polri, kasus ini telah dilaporkan ke Polresta Barelang di Batam pada 2019, dengan M sebagai tersangka. Saat itu, M divonis hukuman penjara selama 1,6 tahun.
"Ketika melapor ke Polresta Barelang, kerugian yang dialami baru sekitar Rp1 miliar. Namun, setelah diaudit, nilai kerugiannya mencapai Rp121 miliar dan melibatkan pihak lain, yaitu Y, seorang pengusaha di Batam, dan K, warga negara Malaysia. Karena nilai kerugiannya meningkat signifikan, kami melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri," jelas Wardaniman.
Dalam gelar perkara khusus yang dilakukan oleh Wasidik Bareskrim Polri pada 13 Februari 2025, terungkap adanya aliran dana ke rekening K. "Bahkan, tidak tertutup kemungkinan kami dapat membuktikan adanya aliran dana ke A, anak Y," ujarnya.
Melihat fakta-fakta yang ada, Wardaniman menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi Mabes Polri untuk tidak menindaklanjuti kasus ini. "Kami yakin dan percaya bahwa Polri, dengan tagline 'Presisi', akan mampu menyelesaikan penyidikan dan segera melimpahkan berkas perkara ke Kejaksaan, serta menangkap dan menahan ketiga tersangka," tegasnya.
Pihaknya menyayangkan kasus ini terlantar hampir enam tahun. "Kami berharap penegakan hukum dijalankan secara adil dan transparan agar ada kepastian hukum. Kami yakin pihak kepolisian mampu mengambil langkah-langkah hukum yang terukur dan sistematis," imbuhnya.
Wardaniman juga menegaskan akan melaporkan kasus ini ke berbagai pihak, antara lain Kapolri, Komisi III DPR RI, Ombudsman, hingga Presiden Prabowo Subianto. "Presiden Prabowo telah berulang kali menekankan pentingnya penegakan hukum. Hukum harus berlaku adil bagi semua pihak, tanpa pandang bulu," tegasnya.
Sementara itu, Paulus Amat Tantoso mengaku prihatin dengan lamanya proses penyelesaian kasus ini.
Baca Juga: Kasus TKA Tanpa Izin, Disnaker DKI Jakarta dan Jawa Barat Respons Cepat
"Harapan kami, tersangka dapat ditindak sesuai hukum yang berlaku. Kejadian ini sangat menyiksa kami. Uang kami ditipu, dan sebagian dari uang tersebut adalah milik relasi kami. Selama enam tahun ini, kami masih harus membayar utang kepada para relasi," ungkapnya.
Paulus berharap uang yang ditipu dapat dikembalikan dan pelaku dihukum. "Pelaku adalah orang yang memiliki kemampuan finansial, sehingga mereka seharusnya bisa mengganti kerugian yang saya alami. Saya tidak akan putus asa dan akan terus memperjuangkan kasus ini hingga tuntas," tegasnya.
Pihak Bareskrim Polri belum memberikan tanggapan resmi terkait proses hukum kasus ini. Melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP), disebutkan bahwa proses penyidikan masih berlangsung, dengan ketiga tersangka telah ditetapkan, termasuk satu yang masuk dalam DPO.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement