Kredit Foto: Pertamina EP
Ketiga, penjualan sektor hilir yang terpukul sampai 13% dari periode sebelumnya. Saat ini secara nasional konsumsi BBM hanya mencapai 117 ribu KL jauh lebih rendah dibandingkan 2019 dimana konsumsi BBM sebesar 135 ribu KL.
Keempat, implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73 dimana ini menambah beban keuangan Pertamina. Melalui implementasi PSAK 73 ini dimana semua barang yang disewa dalam waktu jangka panjang harus di treatment sebagai aset sehingga angka depresiasi yang tanggung Pertamina angkanya jauh lebih tinggi dari harga sewanya. Beban keuangan yang sudah terdampak akibat implementasi PSAK 73 ini berkisar di angka US$400 juta.
"Selama ini masyarakat jika melihat Pertamina lebih banyak naik atau turunnya harga BBM. Padahal, Pertamina bukanlah perusahaan trader atau perusahaan yang hanya menjual BBM saja. Pertamina adalaha perusahaan yang terintegrasi dari Hulu sampai Hilir. Mulai dari mencari minyak mentah dan gas, memproduksi minyak dan gas hingga menyalurkan BBM dan gas kepada masyarakat. Kita tidak bisa hanya memberikan penilaian terhadap Pertamina dari satu sisi saja." katanya.
Menurutnya, Pertamina bukanlah satu-satunya perusahaan minyak dan gas (migas) yang mencatat kinerja buruk di media pertama 2020 ini. Perusahaan migas internasional, seperti Chevron Corporation, Exxon Mobil Corporation, dan BP juga mencatat kerugian. Sebut saja, Chevron Corporation rugi US$8,3 miliar Exxon Mobil Corporation rugi US$1,1 miliar, dan BP rugi US$6,7 miliar.
"Kalau saya melihatnya kerugian Pertamina ini merupakan hal yang wajar karena kita tahu ternyata kerugian ini bukan hanya dialami Pertamina tapi juga perusahaan global," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil