Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal Isu Pangkalan Militer China di Indo, Menlu Tegas Buka Suara

Soal Isu Pangkalan Militer China di Indo, Menlu Tegas Buka Suara Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Amerika Serikat (AS) menyebut, untuk mengamankan Laut China Selatan, pemerintah China bakal mendirikan pangkalan miiter di Indonesia. Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi pun buka suara.

Apa yang disuarakan Retno? Dia menegaskan, Indonesia punya kedaulatan yang tak bisa diganggu negara lain. Indonesia tidak bisa dijadikan lokasi pangkalan militer negara mana pun.

"Sesuai dengan garis dan prinsip politik luar negeri Indonesia, wilayah Indonesia tidak dapat dan tidak akan dijadikan basis atau pangkalan maupun fasilitas militer bagi negara mana pun," ucapnya, dalam konferensi pers secara daring, kemarin.

Baca Juga: Patroli Laut Bea Cukai Juga Terlibat dalam Misi Kemanusiaan

Baca Juga: Geger RI Jadi Pangkalan Militer China, Retno Tangkis Pentagon

Sebelumnya, Departemen Pertahanan AS (Pentagon) merilis laporan tahunan yang ditujukan untuk Kongres dengan judul 'Perkembangan Militer dan Keamanan Melibatkan Republik Rakyat China'. Laporan itu membahas berbagai perkembangan militer China. Pentagon menyebut, China berupaya membangun jaringan logistik luar negeri yang lebih untuk memungkinkan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) memproyeksikan dan mempertahankan kekuatan militer mereka pada jarak lebih jauh.

Analisis itu menyebut, PLA tengah mempertimbangkan membangun pangkalan untuk mendukung logistik angkatan laut, udara, dan darat di beberapa negara. Di antaranya di Myanmar, Thailand, Singapura, Indonesia, Pakistan, Sri Lanka, United Arab Emirates, Kenya, Sisilia, Tanzania, Angola, dan Tajikistan. Kemungkinan ini merujuk pada adanya pangkalan logistik PLA di Djibouti, salah satu negara yang masuk dalam kawasan Tanduk Afrika, yang diresmikan 2017 dan dioperasikan angkatan laut China (PLAN).

Anggota Komisi I DPR, Dave Laksono memuji sikap Retno. Ketegasan Retno itu telah menepis anggapan bahwa Indonesia “manut” saja dengan kemauan China.

Dave juga memastikan, tidak ada negara mana pun yang akan membangun pangkalan militer di Indonesia. Namun, jika kerja sama pelatihan militer di semua matra, banyak banyak dilakukan.

"Kalau pembangunan pangkalan militer asing, saya pastikan tidak ada. Apa kepentingannya dan apa landasan hukumnya negara asing membangun pangkalan militer di Indonesia," ujar putra Agung Laksono itu.

Dia mengingatkan, kepentingan kedua negara jangan sampai membuat Indonesia terperangkap. Apalagi Indonesia menempatkan posisi sebagai negara bebas aktif. "Utamakan kepentingan Indonesia daripada memihak satu di antara yang lain," ujarnya.

Dia juga menyarankan agar semua pihak tidak terlalu reaktif menanggapi analisa pihak AS. "Tanggapi dengan bijak. Jangan langsung emosional. Kita juga harus pintar membaca kepentingan kedua negara itu," tuturnya.

Wakil Ketua Fraksi Nasdem DPR, Willy Aditya juga memastikan, analisa AS salah. Sebab, tak ada dasar apa pun yang memungkinkan pembangunan pangkalan militer asing di Indonesia. Menurut Willy, AS harus memahami konstitusi dan regulasi di Indonesia tentang kerja sama militer.

"Kita perlu memeriksa lebih dalam maksud Amerika mengungkapkan rencana China itu ke publik. Jangan sampai kita dimanfaatkan Amerika maupun China ini,” ucapnya.

Pihak China juga sudah bicara. Kementerian Pertahanan China menegaskan, laporan Pentagon sama sekali tidak benar serta mencemarkan nama baik militer mereka. "Laporan itu mencemarkan nama baik modernisasi militer China, pengeluaran pertahanan, kebijakan nuklir, dan masalah lainnya," ungkap Kemenhan China dalam pernyataannya yang dikutip AFP, Kamis (3/9).

Menurut China, laporan itu adalah contoh terbaru ketakutan AS. "China selalu menjalankan kebijakan pertahanan nasional defensif dan semua orang tahu bahwa China adalah pembangun perdamaian dunia," sambungnya.

China kemudian menyerang balik AS. Mereka menyebut, pangkalan militer AS di seluruh Pasifik telah memicu ketegangan di Asia. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Tanayastri Dini Isna

Bagikan Artikel: