Pernyataan politikus PDIP Puan Maharani yang dinilai menyinggung masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) beberapa waktu lalu dikaitkan dengan pencapaian Partai Banteng itu di Ranah Minang. Sejak pemilu legislatif langsung, PDIP sulit menang di Sumbar.
Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qadari menilai ada data terkait pencapaian PDIP sejak Pileg 2004. Menurutnya, angka pencapaian PDIP selalu di bawah rata-rata nasional.
"Jadi, PDIP pada (Pemilu) 2004 di Sumbar untuk nasional itu dapat 3,5 persen. Tahun 2009 4 persen, kemudian 2014 itu membaik 7,6 persen. Lalu, 2019 turun lagi menjadi 4,9 persen. Jadi, memang performance PDIP di Sumatera Barat ini di bawah rata-rata nasional," kata Qadari di Jakarta, belum lama ini.
Baca Juga: Tanya Orang PDIP, Jakarta Sedang Dipimpin Zombie?
Dia pun menganalisis faktor penyebabnya. Menurut dia, PDIP selalu keok karena Sumatera Barat adalah basis Muhammadiyah atau Islam modernis. Sementara, basis sosial politik di Indonesia itu ada dua, yaitu santri kemudian nonsantri.
"Santri itu ada dua, yaitu santri tradisional adalah Nahdlatul Ulama atau NU. Dan, santri modernis adalah Muhammadiyah," lanjut Qadari.
Pun, ia menambahkan bukti Sumbar memang identik dengan Islam modernis yaitu parpol yang melekat seperti PAN (Partai Amanat Nasional) dan PKS (Partai Keadilan Sejahtera) selalu moncer di Ranah Minang. Bahkan, perolehan suara dua parpol itu di Sumbar lebih tinggi dibandingkan di tingkat nasional.
"Sebaliknya partai yang berbasis santri tradisional yaitu NU dan PKB itu bahkan lebih rendah dari PDIP," jelasnya.
Berbeda dengan basis sosial untuk PDIP yang dinilai Qadari tak sesuai dengan Sumbar. Ia menyebut PDIP bagian nonsantri atau dari kalangan abangan.
"Kalau kita bicara PDIP ini kan nonsantri garis miring abangan. Jadi, basis sosial di Sumbar ini tidak kompatibel dengan PDIP," tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo