Panglima Perang Nazi dan Tangan Kanan Hitler Rupanya Seorang Homoseks
Sayang, dalam pertempuran itu Von Fritsch terkena luka tembak yang parah. Peluru yang dimuntahkan senapan mesin pasukan Polandia mengenai paha kiri Von Fritsch. Peluru itu merobek pembuluh nadi (arteri), sehingga Von Fritsch kehabisan darah. Semenit berlalu, nyawa Von Fritsch pun tak selamat dan akhirnya tewas dalam pertempuran.
Fritsch adalah perwira tinggi Nazi berpangkat jenderal kedua yang tewas dalam pertempuran Perang Dunia II. Sebelum Fritsch, Komandan SS, Wilhelm Fritz von Roettig, juga meninggal dunia pada 10 September 1939 di Opoczno, Polandia.
Pasca kematiannya, muncul kabar bahwa Von Fritsch sengaja ikut berperang untuk mencari kematiannya sendiri. Von Fritsch disebut sakit hati kepada Himmler dan Goring yang bersekongkol menjatuhkan dirinya. Von Fritsch juga kecewa dengan keputusan Hitler yang akhirnya melengserkannya sebagai Panglima Angkatan Darat Nazi.
Akan tetapi, kabar tersebut dibantah tegas oleh Panglima Angkatan Bersejata Nazi (Wehrmacht), Jenderal Keitel. Dalam keterangannya, Keitel memastikan bahwa Von Fritsch mengalami cedera fatal, dan tidak ada hubungannya dengan pelengseran dari jabatannya.
"Rumor yang tersebar luas bahwa Von Fritsch sangat sakit hati sehingga dia dengan sengaja mencari kematian dalam tindakan adalah salah. Menurut apa yang dilaporkan petugas kepada Fuhrer (Hitler) di hadapan saya soal cedera faral Von Fritsch, ia melihat dengan kepalanya sendiri sebutir peluru mengenai Von Fritsch saat ia sedang berbicara dengan staf-stafnya. Dan hanya beberapa menit, dia mati kehabisan darah," kata Keitel," dikutip dari buku "The Nemesis of Power" karya John Wheeler dan Correlli Bennet.
Jasad Von Fritsch dipulangkan ke Jerman dan dimakamkan di Invalidenfriedhof (Invalid's Cemetary), empat hari setelah tewas dalam pertempuran. Invalidenfriedhof sendiri adalah pemakaman yang dikhususkan untuk prajurit Angkatan Bersenjata Prussia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto