Pada hari itu juga, dikatakan tim hukum, Tommi Sumardi memberikan uang kontan 100 ribu dolar AS (Rp 1,4 miliar). Uang tersebut dibagi menjadi tiga bagian, senilai 20 ribu kepada Prasetijo, dan 30 ribu untuk Tommi Sumardi sendiri, dan 50 ribu untuk Napoleon. "Akan tetapi (tersangka Irjen NP (Napoleon), tidak menerima uang dengan jumlah tersebut, dan meminta sebesar Rp 7 miliar," ujar tim hukum Polri.
Selanjutnya dikatakan, medio April-Mei 2020, sebagai realisasi rencana penghapusan rednotice tersebut, Napoleon memerintahkan Kombes Tommy Arya untuk membuat surat. Yaitu, produk hukum yang berkaitan dengan red notice. Surat tersebut ditandatangani oleh Brigjen Nugroho Slamet Wibowo selaku Sekretaris Interpol Polri untuk penghapusan nama buronan dalam daftar pencarian orang (DPO) Djoko Tjandra, di sistem imigrasi.
Sebagai imbalan dari penerbitan surat tersebut, dikatakan Djoko Tjandra harus menebus senilai Rp 7 miliar yang dibagi dalam bentuk dolar AS dan Singapura. Penyidik, dikatakan tim hukum, mempunyai bukti-bukti terkait pencairan uang tersebut yang dilakukan bertahap.
"Meskipun pemohon tersangka Irjen NB (Napoleon) menyangkal menerima uang tersebut, tetapi sudah patut dipertanyakan atas penerbitan surat-surat yang menguntungkan pihak pemberi suap," begitu pembelaan tim hukum Bareskrim Polri.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat