Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Serikat Buruh Ini Tak Mau Ikut-Ikutan Mogok Massal Karena...

Serikat Buruh Ini Tak Mau Ikut-Ikutan Mogok Massal Karena... Massa buruh berjalan kaki saat akan berunjuk rasa di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/8/2020). Dalam aksinya itu ribuan buruh menolak 'omnibus law' draf pemerintah dan menuntut agar PHK massal dampak COVID-19 dihentikan. | Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Warta Ekonomi -

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menyatakan bahwa pihaknya tak akan ikut aksi mogok nasional menolak RUU Cipta Kerja pada 6 sampai 8 Oktober 2020 mendatang. Aksi mogok tersebut rencananya akan diikuti sejumlah serikat pekerja atau buruh.

"Terkait aksi mogok massal, tidak semua serikat buruh setuju. Termasuk KSBSI. Alasannya, karena mogok tidak diatur di dalam Undang-Undang ketenagakerjaan," kata Elly dalam keterangan yang diterima redaksi, Minggu (4/10/2020).

Baca Juga: Menperin: Demo Buruh Picu Penularan Corona Meluas

Elly menduga, aksi mogok massal itu sudah ditunggangi pihak tertentu. "KSBSI tidak mau ormas lain seolah membantu aksi tapi ada kepentingan politik. Aksi buruh harus murni. Tidak boleh ada kepentingan yang menunggangi," kata Elly.

Sebelumnya, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) besutan Gatot Nurmantyo dan Din Syamsuddin mendukung aksi mogok massal buruh 6 hingga 8 Oktober. Elly menambahkan, alasan di balik sikap KSBSI menolak mogok massal karena advokasi soal Omnibus Law sudah melalui jalan panjang. Dimulai dari melakukan kajian kritis, mengirim surat massal bersama, lobi-lobi atau audiensi ke pemerintah dan DPR, publikasi media, hingga aksi unjuk rasa.

Dikatakannya, KSBSI akan melakukan aksi nasional, tetapi bukan mogok nasional dan bukan pada 6 sampai 8 Oktober.

"KSBSI merasa sudah diajak pembahasan, jadi belum perlu aksi mogok. Kalaupun nanti ada aspirasi buruh yang tidak dimasukkan dalam UU tersebut, KSBSI akan aksi sendiri. Sambil menunggu kepastian berapa banyak yang diusulkan oleh buruh ditampung di Undang-Undang, dan apa saja yang didegradasi," ungkap Elly.

Diingatkannya, aksi mogok justru merugikan buruh. Buruh terancam di-PHK setelah aksi mogok 3 hari. Selain itu, sikap tak ikut mogok nasional ini juga lantaran situasi pandemi Covid-19 yang belum berakhir.

"Sudah banyak buruh kehilangan pekerjaan. Karenanya, saya yakin buruh pun ketakutan kehilangan pekerjaan pasca mogok 3 hari. Selain itu, situasi penyebaran Covid-19 belum mereda. Kita tak ingin aksi buruh justru menjadi klaster baru. Kami mengimbau semua untuk menahan diri," pungkas Elly.

Sejumlah serikat buruh menyatakan menyiapkan aksi demonstrasi dan mogok nasional menjelang Sidang Paripurna DPR pada 8 Oktober 2020. Sidang Paripurna itu diprediksi juga akan mengesahkan RUU Cipta Kerja yang diklaim sudah rampung dibahas.

Serikat buruh itu di antaranya Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI), dan Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI). Adapun rencana mogok nasional pada 6-8 Oktober disampaikan Presiden KSPI Said Iqbal.

Baca Juga: Opung Luhut Ngomongin Omnibus Law, Ujung-ujungnya Soal Investasi

"Sampai tadi siang 25 provinsi siap bergabung dari 32 federasi dan konfederasi. Ada sekitar 3.000 perusahaan, memang tidak semua perusahaan. Itu kan ada kelas menengah ke atas, ada juga kecil. Yang ikut ini mayoritas perusahaan menengah ke besar, otomotif, elektronik, ritel, farmasi, kimia, energi. Itu diperkirakan 2 juta orang," kata Iqbal.

Iqbal mengklaim, akan ada 2 juta buruh ikut aksi unjuk rasa secara tersebar, dan diutamakan di lingkungan perusahaan atau pabrik. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19 selama berunjuk rasa.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: