Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bima Arya Kasih Kritik ke UU Omnibus Law, Katanya...

Bima Arya Kasih Kritik ke UU Omnibus Law, Katanya... Kredit Foto: Antara/Arif Firmansyah
Warta Ekonomi -

Wali Kota Bogor yang juga Wakil Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Bima Arya menyampaikan sejumlah catatan terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dinilai berdampak kepada kewenangan daerah.

"Semangat yang bisa ditangkap sebetulnya adalah penyederhanaan sistem perizinan untuk kemudahan investasi yang targetnya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Saya lihat memang ada hal-hal yang jauh lebih sederhana dan lebih ringkas," ujar Bima.

Baca Juga: Ridwan Kamil, Sultan HB X, Anies, Dll Pilih Temui Demonstran UU Omnibus Law

Namun demikian, lanjut Bima, jelas bahwa kewenangan pemerintah daerah banyak terpangkas. Menurutnya, undang-undang ini lebih banyak memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat.

"Karena itu, harus ada hal-hal yang dipastikan untuk diatur lebih rinci, lebih jelas, dalam aturan turunannya seperti peraturan pemerintah, utamanya terkait dengan keseimbangan antara investasi dan lingkungan hidup serta sinkronisasi antara iklim investasi dan juga rencana pembangunan di masing-masing daerah," ujarnya.

Karena itu, lanjut dia, sebaiknya ada ruang untuk memberikan masukan terhadap rumusan peraturan pemerintah dari semua pihak yang ketika proses Omnibus Law tidak maksimal dilakukan.

"Menurut catatan kami belum pernah ada sesi pembahasan antara Apeksi dengan DPR RI. Apeksi punya beberapa catatan dan rekomendasi penyesuaian terhadap draf UU, terutama soal perizinan dan tata ruang," ujarnya.

Bima meminta dalam merumuskan peraturan pemerintah nanti harus lebih jelas mengatur dan memastikan bahwa lingkungan hidup tetap terjaga. Ada sinkronisasi antara rencana desain pembangunan di daerah dan juga keinginan dari pusat untuk menyelaraskan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 

"Dari draf yang saya pelajari terkait kewenangan pemerintah daerah, ada beberapa nomenklatur yang berubah. Misalnya, kata perizinan hilang dari konsep omnibus di mana izin disebutkan menjadi kewenangan pemerintah pusat. Sehingga akan memiliki implikasi bagi daerah terkait pengendalian, pendapatan daerah atau retribusi," katanya.

Aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law di kawasan Istana Bogor

Foto: Aksi unjuk rasa di kawasan Istana Bogor

Secara kelembagaan, lanjut Bima, akan ada perubahan signifikan terkait keberadaan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

"Otomatis dengan online single submission (OSS) sebagaimana amanat di omnibus law maka semua proses izin maupun non-izin, dikeluarkan secara elektronik melalui satu sistem itu dan DPMPTSP bukan lagi sebagai pelayanan tetapi lebih kuat kepada ranah pengawasan," ujar Bima.

Baca Juga: Rakyat Marah Gegara Omnibus Law, Eh Luhut Ditelepon Washington, Presiden Dipuji-puji

Arya melanjutkan, dalam UU omnibus ini, DPMPTSP disebut penilik. Penilik adalah pengawas yang turun langsung ke proyek.

"Di sinilah akan terjadi moral hazard ketika berhadapan di lapangan kemudian bertatap muka dan sebagainya. Ini mungkin celah-celah yang harus dikritisi dalam UU omnibus ini," katanya.

Jadi, Bima berharap di dalam PP nanti, kewenangan pengawasannya harus lebih dikuatkan lagi karena dalam UU ini tertulis bahwa pengawasan bisa dilakukan oleh pusat atau oleh pemerintah daerah.

"Nah, ada kata 'atau' ini yang nanti membuat tidak jelas. Banyak yang belum terjelaskan di dalam undang-undang itu, bukan berarti dibebaskan begitu saja tetapi untuk diatur lebih detail lagi di PP," tuturnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: