Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gencar Sadarkan Pengambil Kebijakan soal Bahaya Krisis Iklim!

Gencar Sadarkan Pengambil Kebijakan soal Bahaya Krisis Iklim! Kredit Foto: Antara/ManggalaAqni
Warta Ekonomi, Jakarta -

Para pengambil kebijakan perlu gencar 'disadarkan' bahwa dampak kebakaran hutan dan lahan gambut (karhutla) harus bisa ditekan, sehingga hutan Indonesia akan selamat untuk anak-cucu bangsa.

Demikian disampaikan Nukila Evanty, seorang aktivis keadilan lingkungan atau climate reality leader dan juga Direktur Amcolabora Institute saat menjadi pembicara pada acara 24 Hours of Reality : Countdown to the Future. Acara ini dilaksanakan di seluruh  dunia pada 10-11 Oktober 2020 oleh The Climate Reality Project.

Sebelumnya Nukila telah dilatih langsung oleh pendiri Climate Reality, yaitu mantan Wakil Presiden Amerika, Al Gore.

Baca Juga: Waspada, Asap Karhutla Tingkatkan Risiko Pasien Covid-19

Dalam sesi diskusi yang bertema A Better Indonesia for All: Striving Towards Climate Justice and Sustainability (10/10/2020), Nukila menjelaskan bahwa hutan dan lahan yang terbakar mencapai 328.724 ha sepanjang Januari-Agustus 2019 (data BNPB). Sepanjang 2020, juga terjadi Karhutla sebanyak 253 kali.

"Selain Karhutla tadi berdampak besar pada kesehatan manusia seperti masalah pernafasan, juga asma, pneumonia bahkan kanker paru karena ada partikel terkecil yang sering disebut PM 2.5 yang sangat bahaya kalau terhirup polutan ini. Terutama bagi masyarakat yang bermukim sekitar hutan atau masyarakat adat, ibu hamil, lanjut usia dan anak-anak tentunya," jelas dia menggambarkan bahaya karhutla bagi kesehatan.

Lanjut Nukila, dampak kesehatan karena Karhutla makin besar karena saat ini Indonesia juga menghadapi virus Covid-19. Berbagai organisasi kesehatan seperti WHO dan European Public Health Alliance, bahkan telah memperingatkan bahwa orang yang tinggal di daerah yang tercemar kemungkinkan besar berisiko terkena virus.

"Penularan virus corona umumnya bisa terjadi saat evakuasi darurat dan orang-orang terpaksa tinggal di tempat penampungan yang penuh sesak, di mana social distancing tidak mungkin dilakukan," bebernya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: