Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

BPDPKS: Banyak Serangan terhadap Industri Sawit Indonesia

BPDPKS: Banyak Serangan terhadap Industri Sawit Indonesia Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Industri sawit sering dituding sebagai faktor kebakaran hutan dan lahan, penyebab hilangnya keanekaragaman hayati, penggunaan tenaga kerja anak, sampai isu sawit buruk bagi kesehatan.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurrachman, mengatakan, pemerintah menyoroti beragam isu negatif ini dan merasa perlu untuk mengantisipasinya. Baca Juga: Perusahaan Sawit Milik Sandiaga Uno Sulap Rugi Jadi Cuan, Berubah Drastis!

"Banyak serangan ingin menjatuhkan Indonesia, terutama di sektor perkebunan kelapa sawit agar produktivitasnya terganggu dan menurun,” kata Eddy dalam diskusi virtual, Rabu, (28/10/2020).

BPDPKS merupakan unit organisasi non eselon di bidang pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan melalui Sekretaris Jenderal. Baca Juga: Meski Pandemi, Sawit dan Hilirisasi Takkan Berhenti

Meski banyak isu miring, ekspansi industri ini tetap berjalan, dan selama beberapa dekade terakhir menjadi salah satu komoditas tulang punggung Indonesia, katanya. Komoditas minyak sawit berkontribusi besar terhadap kinerja ekspor nonmigas Indonesia sekitar 15%.

Eddy mengatakan, pada Juli 2020 kemarin, nilai ekspor produk minyak sawit mencapai 1,868 miliar dolar AS atau sekitar Rp 27,72 triliun, setara 13,6% dari nilai ekspor nasional sebesar 13,3 miliar dolar AS.

“Dengan besarnya peran komoditas sawit tersebut, ironis komoditas ini belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” katanya.

Sumbangan sawit juga pada penyerapan tenaga kerja, diperkirakan penyerapan tenaga kerja di dalam negeri mencapai 5,7 juta orang. Keseluruhan tenaga kerja yang mengandalkan penghidupan dari bisnis kelapa sawit dari hulu sampai hilir diperkirakan sekitar 16-20 juta orang.

Untuk membendung serangan tersebut, kata Eddy, pemerintah dan pelaku industri sawit harus mampu meyakinkan publik bahwa mereka telah menjalankan prinsip sawit berkelanjutan.

Eddy mengatakan bahwa Indonesia memiliki sistem sertifikasi sawit berkelanjutan yang disebut Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) bagi sertifikasi kelas dunia.

Inti dari kedua sertifikasi ini hampir sama, yakni memastikan pelaku industri sawit berpedoman pada people, planet, dan profit. Dengan penerapan sawit berkelanjutan, katanya, perlahan isu negatif sawit dapat ditekan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Mochamad Rizky Fauzan
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: